Total Tayangan Halaman

Minggu, 20 November 2011

TASAWUF SEBAGAI PEMBEBASAN KRISIS SPIRITUALISME MANUSIA MODERN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat modern merupakan masyarakat yang mengembangkan cara berfikir ilmiah. Dimana sejak renaissan manusia modern asyik bergaul dengan problem empiris yang olehnya diistilahkan sebagai masyarakat yang hanya menekuni dimensi luar yang senantiasa berubah, bukannya menguak lebih dalam hakikat keberadaan manusia dan ala mini. Dan kondisi manusia modern sekarang menurut nasr karena mengabaikan kebutuhan yang paling mendasar yang bersifat spiritual maka mereka tidak bias menemukan ketentraman batin yang bersifat tidak ada keseimbangan batin. Keadaan ini akan semakin akut, terlebih lagi apabila tekanannya pada kebutuhan materi kioan meningkat sehingga keseimbangan akan semakin menarik.
Dan ajaran mempunyai tempat bagi masyarakat modern karena mereka mulai merasakan kekeringan batin, mereka mencari-cari baik terhadap ajaran Kristen maupun budha atau sekedar berpetualang kembali kepada alam sebagai uzla dari kebosanan karena lilitan masyarakat ilmiah-teknologis, sementara bagi mereka selama berabad-abad islam dipandang dadri sisinya yang legalitas formalitas tidak memiliki kekayaan esoteris, maka kini saatnya dimensi batiniah islam harus diperkenalkan sebagai alternative dan dibawah ini akan dijelaskan tentang tasawuf dan krisis spiritualisme manusia modern secara lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari tasawuf?
2. Bagaimana bentuk penolakan manusia modern terhadap spiritualisme?
3. Bagaimana peranan tasawuf dalam menanggulangi krisis spiritualisme?
4. Bagaimana fungsi tasawuf sebagai terapi krisis spirituallisme?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf
Secara etimologis para ahli berselisih pendapat asal kata tasawuf, sebagian menyetakan bahwa kata tasawuf berasal dari shuffah yang berarti emper nasjid nabawi yang dialami oleh sebagian sahabat anshar. Adapula yang mengatakan berasal dari shaf yang berarti barisan, seterusnya ada yang mengatakan berasal drai shafa yang berarti jernih/bersih dan masih ada lagi yang mengatakan berasal dari kata shufanah, yakni nama kayu yang bertahan tumbuh dipadang pasir. Terakhir ada yang mengatakan berasal dari bahasa Yunani Theosofi yang berarti ilmu ketuhanan.
Meskipun secara terminology para ulama berbeda pendapat tentang arti serta asal usul kata taswuf, namun yang paling tepat adalah berasal dari kata shuf (bulu domba)
Untuk mendasari pendapat diatas istilah tasawuf yang berasal dari shuf ialah
عن ا نس بن ما لك قال : كا ن ر سول الله صلى الله عليه و سلم يجيب د عو ة العبد و ير كب الحما ر و يلبس الصو ف
“Anas meriwayatkan bahwa rasulullah saw mendatangi undangan seorang hamba sahaya, beliau naik keledai dan mengenakan pakaian bulu domba”
Hasan Bashri berkata:
لقد ا د كت سعين بد ر يت كا ن لبا سهم الصو ف

“Aku telah bertemu tujuh puluh pasukan Badar yang mengenakan pakaian bulu domba”
Hadist mauquf dan mathu menjadi dasar bnahwa istilah tasawuf berasal dari akar kata shuf (bulu domba) sebagai pakaian identitas para sufi, sebagai wujud kesederhanaan atau sebagai protes social atas kemewahan masyarakat setempat.
Sedangkan Ibnu Khaldun berkata, “Tasawuf itu adalah semacam ilmu syariah yang timbul kemudlan didalam agama asalnya adalah bertekun ibadah dan memutuskan hubungan dengan segala sesuatu selain Allah, hanya mengahdap Allah semata dan menolak hiasan-hiasan dunia, serta membenci perkara-perkara yang menipu orang banyak, kelezatan harta benda dan kemegahan dan menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalwat dan ibadah.

B. Bentuk Penolakan Manusia Moder Trehadap Spiritualisme
Masyarakat modern dewsa ini tumbuh dari pengembangan kebudayaan Yunani Purba. Kebudayaan Yunani Purba memang punya dasar pikiran yang rasional dan ilmiah yang kemudian diolah dan dikembangkan oleh orang Eropa menjadi canggih dan melahirkan kebudayaan barat yang modern.
Masyarakat dan budaya modern yang berkembang dari bangsa barat itu bertumpu kepada dominsai ilmu pengetahuan dan teknologi yang keduanya berinduk dari filsafat rasional ilmiah yang berasal dari Yunani purba.
Telah banyak diakui bahwa manusia modern telah mengalami apa yang disebut oleh Nasr sebagai krisis spiritual. Krisis spiritual ini barangkali terjadi sebagai akibat dari pengaruh sekularisasi yang telah cukup lama menerpa jiwa-jiwa manusia modern. Pengaruh pandangan dunia modern dalam berbagai bentuknya naturalisme, materialisme, positivisme, memeliki momentumnmya yang berarti setelah sains modern, beserta teknologi yang dibawanya, memutuskan untuk mengambil pandangan sekuler khususnya positivisme ala Comte sebagai dasar filosofisnya. Pengaruh sains yang besar dalam kehidupan modern, dengan sengaja atau tidak telah menyebarkan pandangan sekuler tersebut sampai ke lubuk jantung dan hati manusia modern.
Pandangan dunia sekuler yang hanya mementingkan kehidupan duniawi, telah secara signifikan menyingkirkan mansuia modern dari segala aspek spiritual. Akibatnya mereka hidup secara terisolir dari dunia dunia lain yang bersifat nonfisik, yang diyakini adanya oleh para sufi. Mereka menolak segala dunia nonfisik seperti dunia imajinasi atau spiritual sehingga terputus hubungan dengan segala realitas-realitas yang lebih daripada sekedar entitas-entitas fisik.
Bagi mereka, kehidupan dimulai di dunia ini dan berakhir juga didunia ini, tanpa tahun dari mana ia berasal dan hendak kemana setelah ini ia pergi. Bukankah Heidegger pernah mengatakan bahwa mansuia didunia ini terdampar tanpa tahun dari mana. Demikian juga mereka percaya bahwa hidup akan berakhir juga disini, dalam peristiwa kematian dan tidak ada lagi kehidupan setelah itu. Padahal dalam kepercayaan para sufi seperti telah terlukiskan dalam bab-bab tentang perjalanan spiritual alam dunia ini hanya satu dari sekian banyak dunia yang telah dan akan kita lalui.akibatnya manusia modern hanya berkutat disatu dunia ini saja, seakan mereka tidak pernah punya asal dan tempat kembali.
Krisis spiritual ini pada gilirannya telah menimbulkan apa yang disebut sebagai “disorientasi” pada manusia modern. Ketika kita mengatakan “orientasi” ini tentu mengandung arti “memberi arah” dan dengan demikian orientasi tidak bias tidak kecuali mengandaikan adanya arah dan tujuan.tidak mungkin kita bias mengorientasi dari kita, kecuali kita telah mengetahui tujuan, kearah mana kita akan berjalan. Kata “disorientasi” yang merupakan negasi dari orientasi karena itu akan terjadi ketika kita tidak tahu lagi arah mau kemana kita pergi, bahkan juga dari mana kita berasal.
Akibat serius dari kondisi seperti ini yakni kehilangan arah hidup adalah adanya perasaan terasing atau istilahnya “teralienasi” baik dari diri sendiri, alam sekitar dan Tuhan, pencipta alam semesta ini. Sulit nampaknya bagi manusia modern untuk mengenal siapa diri mereka yang sejati. Ketika manusia hanya mementingkan aspek dari dirinya, padahal, setidaknya menurut para sufi, ia juga memiliki aspek atau dimensi spiritual, maka kegoncangan dan ketidakstabilan jiwanya tidak sulit untuk dibayangkan. Ketika manusia modern hanya membersihkan tubuh mereka semata, dan lupa untuk membersihkan kotoran-kotoran jiwa mereka, maka tak sulit untuk menjawab mengapa orang-orang modern banyak mengalami goncangan dan penyakit jiwa. Maka stress dan hipertensi pun telah menjadi penyakit yang sangat umum diderita manusia modern.
Terakhir, keterputusan spiritual dengan dunia-dunia yang lebih tinggi, membuat manusia modern juga kehilangan kontak mereka dengan Tuhan, sumber dari segala yang ada. Sementara bagi para sufi, Tuhan adalah Alfa dan Omega, asal dan tempat kembali, bagi banyak orang modern Tuhan hanyalah dipandang sebagai penghalang bagi penyelenggaraan diri mereka, dan kebebasan yang menyertainya. Nietzsche, mislanya memandang Tuhan sebagai perintang utama bagi terciptanya manusia super (Ubermensch) karena itu lebih baik dibunuh saja. Maka ia berteriak Tuhan telah mati. Freud memandang Tuhan bukan lagi sebagai realitas sejati, apalagi pencipta alam. Tetapi justru sebuah ilusi besar yang telah muncul dari keinginan manusia. Baginya bukan Tuhan yang telah menciptakan kita, kitalah yang telah menciptakan Tuhan.
Akibat keterputusan ini , maka mansuia tidak lagi mengarahkan jiwanya kepada Tuhan Yang Esa yang menjadi sumber ketauhidan mansuia tetapi tertumpu kepada beraneka benda-bneda fisik, yang selalu timbul tenggelam dank arena itu tidak pernah memebri mereeka kepuasan dan ketenangan. Bagi para sufi, ketenangan dapat dicapai hanya apabila kita telah berada dekat dengan kampong halaman kita yang sejati, asal dan tempat kembali manusia, yaitu Tuhan keterputusan dengan sumber adalah penyebab timbulnya perasaan terasing, gelisah dan sebangsanya,sebagaimana yang banyak diderita manusia yang hidup didunia modern ini. Karena itu hanya dengan melakukan kontak dengan sumber dan terus berupaya untuk mendekatkan diri kepadanya, maka manusia boleh berharap mendapat ketenangan dan kebahagiaan hidup. Kalau tidak, berharap saja pun merupakan sebuah kemustahilan. Tuhanlah tempat kembali kita, ia tempat asal dan kampong halaman kita yangs ejati. Bukanlah al-Qur’an sendiri berkata, ”Milik Tuhanlah kita ini dan kepada-Nya kita semua akan kembali”.

C. Peranan Tasawuf Dalam Menanggulangi Krisis Spiritualisme.
Sudah dari semula Tasawuf bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan tasawuf bukan hanya menyedarkan diri akan keterpisahan dari sumber dan tempat kembali (kampong halaman) kita yangs ejati ini. Tetapi ia juga sekaligus menejlaskan kepada kita dari mana kita berasal dank e mana kita akan kembali . dengan demikian dalam arti tertentu, tasawuf telah memebri kita arah (orientasi) dalam hidup kita.
Dapatkah tasawuf, lalu memebri petunjuk arah bagi manusia modern yang telah mengalami disorientasi? Jawabanya mungkin saja. Ketika manusia modern telah kehilangan identitas dirinya, maka tasawuf dapat memebrikan pengerrtian yang lebih kompreghensif tentang siapa manusia itu sesungguhnya. Dari ajaran para sufi, mislanya kita jadi paham betapa manusia itu bukan hanya makhluk fisik, tetapi juga makhluk spiritual yang memiliki asal-usul spiritualnya pada Tuhan. Dengan menyedari betapa manusia itu juga adalah makhluk spiritual, disamping fisiknya maka lebih mungkin kita akan bertindak lebih bijak dan seimbang dalam memeprlakukan diri kita. Tentunya kita tidak hanya akan memerhatikan dimensi fisik saja, sebagaimana yang dilakukan oleh umumnya orang-orang modern, tapi juga aspek spiritualnya dengan memerhatikan kesejahteraan, keberhasilan dan kesehatan jiwanya. Dengan demikian, ia kan mendapatkan jiwa dan raga yang sehat dan seimbang.
Selain itu dengan mengetahui asal-usul kita, baik asal-usul fisik maupun spiritual, maka kita bias mengarahkan diri kita secara proposional, baik untuk kesejahteraan hidup didunia maupun untuk akhirat nanti. Dunia ini hanyalah tempat singgah sementara, bukan tempat tinggal kita yang sejati. Oleh karena itu, seyogianyalah kita pun mengambil bekal secukupnya saja untuk melanjutkan perjalanan spiritual kita menuju Tuhan dan tidak maruk untuk menguasai semuanya.dengan demikian diharapkan tasawuf akan memberikan sedikitnya petunjuk tentang siapa manusia itu sesungguhnya dan dengan demikian memberi solusi terhadap krisis identitas yang banyak diderita oleh manusia modern.
Demikian juga, tasawuf diharapkan dapat memebri salah satu solusi terhadap krisis ekologis yang sedang dialami atau melanda dunia modern saat ini.dengan mengajarkan bahwa alam bukan hanya objek mati yang bisa dieksploitasi semaunya tanpa respek, tapi sesungguhnya alam adalah makhluk hidup yang memiliki kemampuan untuk mencinta dan dicinta, maka tasawuf bisa dijadikan sarana bagi penyadaran atau pencerahan akan hakikat alam semesta, sehingga manusia dapat memeprlakukannya secara santun dan penuh cinta.
Dan menurut Sayyid Husein Nashr Tasawuf dapat memepengaruhi barat pada tiga tataran meliputi: Pertama ada kemungkinan mempraktekkan tasawuf secara aktif. Cara ini, kata Nasr, hanya untuk segelintir orang saja karena mensyaratkan penyerahan mutlak kepada disiplinnya pada tataran ini orang harus mengikuti hadis Nabi; “Matilah kamu sebelum engkau mati”. Orang harus “mematikan” diri sebelum dilahirkan kembali secara spiritual. Pada tahap ini orang harus membatasi kesenangan trehadap dunia materi dan kemungkinan mengarahkan hidupnya untuk bermeditasi, berdoa, mensucikan batin, mengkaji hati nurani dan melakukan praktek-praktek ibadah lain seperti yang telah dilakukan oleh lazimnya para sufi.
Kedua, tasawuf mungkin sekali memepengaruhi Barat dengan cara menyajikan Islam dalam bentuk yang lebih menarik,s ehingga orang dapat menemukan praktek-praktek tasawuf yang benar. Selama ini terjadi konflik histories yang berlarut-larut,s ehingga Barat menaggapi Islam dengan sangat bermusuhan. Untuk memulihkan citra Islam ini, maka Muslim harus mampu mendakwahkan Islam kepada Barat dengan menyajikan paket yang menarik antara keharmonisan hubungan esensinya dengan aktivitas duniawi yang sementara. Cara seperti ini telah dipraktekkan secara sukses dalam penyiaran Islam di India, Indoneisa dan Afrika Barat. Sudah tentu metode dan aktivitasnya di barat berbeda dengan negeri-negeri diatas, namun esensinya sama. Yaitu sufisme Islam membuka peluang besar bagi pencari spiritual Barat yang tengah dilanda krisis makna kehidupan.
Ketiga dengan memfungsikan tasawuf sebagai alat Bantu untuk recollection (mengingatkan) dan reawakening (membangunkan) orang Barat dari tidurnya. Karena tasawuf merupakan tradisi yang hidup dan kaya dengan doktrin-doktrin metafisis, kosmoligis, sebuah psikolog dan psiko-terapi religius yang hamper tak pernah diupelajari di Barat, maka ia dapat menghidupkan kembali berbagai aspek kehidupan rohani Barat yang selama ini tercampakkan dan terlupakan.
Melihat masyarakat Barat modern yang dilanda krisis spiritual tersebut, Nasr sangat yakin Islam dapat menjadi jawaban pencarian tersebut, anmun Nasr mengakui mengapa Islam belum dapat berkembang secara fenomena di Barat: (1) terjadi konflik histories berkepanjangan antara Islam dan Barat akibat perang Salib (2) penciptaan citra negative Islam oleh sejumlah orientalis lewat literaur dan media massa Barat (3) terdapat kecenderungan orang Barat untuk memilih agama atau aliran spiritual eksotik (4) dalam pemahaman orang Barat Islam lebih dekat kepada tradisi Yudio-Kristiani yang mereka kenal selama ini tidak bisa memebri jawaban pencarian spiritual mereka (5) Islam terlalu banyak memebntuk kewajiban bagi pemeluknya.
Dengan begitu Taswuf dapat secara potensial maupun actual mengarahkan manusia modern, yang telah kehilangan orientasi (disoriented) kearah tujuan yang sejati, tambahan hati para pencinta, Alfa dan Omega dari segala yang ada, yang tidak lain dari pada Tuhan, sang Realitas dan Kekasih sejati. Dia adalah sumber dasar dan syarat bagi segala apapun yang ada didunia ioni. Demikian juga Dia adalah tempat kembali, kemana segala yang ada tak terkecuali manusia pada akhirnya akan kembali.

D. Fungsi Tasawuf Sebagai Terapi Krisis Spiritual
Tasawuf adalah moralitas yang berdasarkan Islam (adab) karena itu seorang sufi adalah mereka yang bermoral, sebab semakin ia bermoral semakin bersih dan bening (shafa) jiwanya. Dengan pengertian bahwa tasawuf adalah moral berarti tasawuf adalah semangat (inti Islam). Sebab ketentuan hokum Islam berdasarkan landasan moral islami. Karenannya hokum Islam tanpa tasawuf (moral) adalah ibarat badan tanpa nyawa atau wadah tanpa isi.
Esensi agama Islam adalah moral, ayitu moral antara seorang hamba dengan Tuhannya, antara seorang dengan dirinya sendiri antara dia dengan oarng lain termasuk anggota masyarakat dengan lingkungannya. Moral yang terjalin dalam hubungan antarhamba dengan Tuhan menegasikan berbagai moral yang buruk, seperti tamak, rakus, gila harta menindas, mengabdikan diri kepada selain Khaliq, membiarkan orang yang lemah dan berkhianat.
Moral seorang dengan dirinya melahirkan tindakan positif bagi diri seperti menjaga kesehatan jiwa dan raga, menjaga fitrah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan ruh dan jasmani. Dengan demikian krisis spiritual tidak akan terjadi padanya.selanjutnya moral yang terjadi pada hubungan antar seorang dengan orang lain, menyebabkan keharmonisan, kedamaian dan keselarasan dalam hidup yang dapat mencegah, mengobati berbagai krisis (spiritual, moral dan budaya).
Moralitas yang diajarkan oleh tasawuf akan mengangkat manusia ke tingkatan shafa al-tauhid. Pada tahap inilah manusia akan memeiliki moralitas Allah (al-Takhalluq bi Akhlaq Allah) dan manakala seseorang dapat berperilaku dengan perilaku Allah, maka terjadilah keselarasan dan keharmonisan antara kehendak manusia dengan Iradah-Nya sebagai konsekuensinya seorang tidak akan mengadakan aktivitas kecuali aktivitas yang positif dan membawa kemanfaatan serta selaras dengan tuntutan Allah.
Lebih lanjut, tasawuf mampu berfungsi sebagai terapi krisis spiritual.sebab pertama tasawuf spsikologis merupakan hasil dari berbagai pengalaman spiritual dan merupakan bentuk dari pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas ketuhanan yang cenderung menjadi innovator dalam agama.
Pengalaman keagamaan ini memberikan sugesti dan pemuasan (pemenuhan kebutuhan) yang luar biasa bagi pemeluk agama.
Kedua kehadiran Tuhan dalam bentuk pengalaman mistis dapat menimbulkan keyakinan yang sangat kuat. Perasaan-perasaan mistik, seperti ma’rifat, ittihat, hulul, mahabban, uns dann lain sebagainya mampu menjadi moral force bagi amal-amal shaleh. Dalam selanjutnya amal shalih akan membutuhkan pengalaman-pengalaman mistik yang lain dengan lebih tinggi kualitasnya.
Ketiga dalam tasawuf hubungan seorang dengan Allah dijalin atas rasa kecintaan. Allah bagi sufi, bukanlah Dzat yang menakutkan, tetapi Dia adalah Dzat yang sempurna, indah, penyayang dan pengasih, kekal, al_haq serta selalu hadir kapanpun dan dimanapun. Oleh karena itu Dia adalah dzat yang paling patut dicintai dan diabdi. Hubungan yang mesra ini akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang baik, lebih baik bahkan yang terbaik, inti dari ajaran tobat (al-Qusyairi, 1957, 47; al-Hujwiri, 1980, 539). Disamping itu hubungan tersebut juga dapat menjadi moral control atas penyimpangan-penyimpangan dan berbagai perbuatan yang tercela.sebab, melakukan hal yang tidak terpujji berarti menodai dan menghianati makna cionta mistis yang telah terjalin, karena Sang Kekasih hanya menyukai yang baik saja. Dan manakala seseorang telah berbuat sesuatu yang positif saja, maka ia telah memelihara, membersihkan, menghiasi spirit yang ada dalam dirinya.
Dengan kata lain, moralitas yang menjadi inti dari ajaran tasawuf dapat mendorong manusia untuk memelihara dirinya dari menelantarkan kebutuhan-kebutuhan spiritualitasnya. Sebab menelantarkan kebutuhan spiritual sangat bertentangan dengan tindakan yang dikehendaki Allah. Di samping itu hubungan perasaan mistis dan berbagai pengalaman spiritual yang dirasakan oleh sufi juga dapat menjadi pengobat, penyegar dan pembersih jiwa yang ada dalam diri manusia.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasawuf adalah kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara seorang muslim dengan Tuhannya.
Dan bentuk penolakan manusia modern terhadap spiritualisme , bagi mereka kehidupan dimulai didunia ini dan berakhir didunia ini, tanpa tahu dari mana ia berasal dan hendak kemana setelah ia pergi dan keterputusan spiritual dengan dunia-dunia yang lebih tinggi, membuat manusia modern juga kehilangan kontak dengan Tuhan sumber dari segala yang ada, akibatnya kontak dengan Tuhan sumber dari segala yang ada, akibatnya manusia modern hanya berkutat disatu dunia ini saja, seakan mereka tidajk pernah punya asal dan tenpat kembali.
Peranan tasawuf dalam menanggulangi krisis spiritualisme dengan dapat mempengaruhi barat meliputi:
1. Orang harus membatasi kesenangan dan kemudian mengarahkan hidupnya untuk bermeditasi, berdoa, mensucikan batin, mengkaji hati nurani, dan melakukan praktek-praktek ibadah lain seperti yang telah dilakukan oleh lazimnya para sufi.
2. Tasawuf mungkin sekali mempengaruhi barat dengan cara menyajikan islam dalam bentuk yang lebih menarik sehingga orang dapat menemukan praktek-praktek tasawuf yang benar.
3. Dengan memfungsikan tasawuf sebagai alat Bantu untuk mengingatkan dan membangunkan orang barat dari tidurnya karena tasawuf merupakan tradisi yang hidup dan kaya dengan doktrin-doktrin metafisi, kosmoligis, sebuah psikolog dan psiko-terapi religius yang hamper tak pernah dipelajari dibarat.


Dan tasawuf sebagai krisis spiritual meliputi:
1. Tasawuf secara psikologis, merupakan hasil dari berbagai pengalaman spiritual dan merupakan bentuk dari pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas ketuhanan yang cenderung menjadi inovatif dalam agama. Pengalaman keagamaan ini memebrikan sugesti dan pemuasan yang luar biasa bagi pemeluk agama.
2. Kehadiran Tuhan dalam bentuk pengalaman mistis dalam menimbulkan keyakinan yang sangat kuat.
3. Dalam tasawuf hubungan seorang dengan Allah dijalin atas rasa kecintaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar