Total Tayangan Halaman

Selasa, 15 November 2011

oksidentalisme

"Aku berpikir maka aku ada", itu pesan Descartes (bapak filsafat modern) kepada Barat.
Dewasa ini, kita dihipnotis seakan-akan Barat adalah segala-galanya: pusat ilmu pengetahuan, pusat ekonomi, pusat gaya hidup, pusat kekuatan dunia dan sandaran bagi peradaban lain.
Kita akui Barat memang memiliki pengaruh yang besar atas kesadaran semua peradaban. Oleh karenanya, Barat dianggap sebagai satu-satunya representasi dunia. Itulah kira-kira mitos kebesaran Barat yang tertancap dalam benak masyarakat.
Pemikir muslim asal Mesir, Hassan Hanafi dengan proyek besar pembaruan Islam al-turats wa al-tajdid (tradisi dan pembaruan), mencoba mengakhiri dan menghancurkan mitos Barat sebagai puncak peradaban dan satu-satunya kekuatan dunia.
Dosen Universitas Kairo itu mengusulkan tiga agenda yang harus dihadapi: sikap kita (baca umat Islam) terhadap tradisi Islam, sikap kita terhadap tradisi Barat, dan sikap kita terhadap realitas.
Setiap agenda tersebut memilki penjelasan teoritisnya masing-masing. Sebagaimana pengakuannya, ketiga agenda tersebut telah dimulai sejak tahun 1965/1966.
Membutuhkan ruang yang lebih untuk membahas keseluruhan proyek Hassan Hanafi tersebut. Kali ini penulis berusaha mendedahkan agenda kedua: sikap kita terhadap tradisi Barat.
Untuk melancarkan agenda kedua itu, Hanafi memulainya dengan merumuskan pemikirannya ke dalam sebuah buku yang diberi judul Muqaddimah fi Ilm al-Istighrab (Pengantar Oksidentalisme). Ditakar dari sisi periode, agenda kedua ini adalah yang terpendek ketimbang yang lainny. Alasannya, ia menganggap bahwa agenda ini terfokus kepada struktur obyek itu sendiri dari fase-fase sejarahnya, yaitu abad pertengahan (masa pendeta gereja, masa skolastik lama dan masa skolastik baru), masa reformasi agama dan kebatinan (abad 15-16 M), masa keilmiahan serta masa eksistensialisme (abad 19-20 M).
Hanafi memaknai oksidentalisme sebagai alat untuk menghadapi Barat. Untuk itu diperlukan sebuah disiplin ilmu tersendiri. Ia mengajak agar pembacaan terhadap Barat bersifat komprehensif, maksudnya tidak hanya sekedar menilai Barat dalam satu dasawarsa belakangan ini.
Mengenai Orientalisme, Hassan Hanafi berkeyakinan bahwa pada dasarnya Orentalisme adalah sama saja dengan imperialisme dan orentalisme dijadikan kedok belaka untuk melancarkan ekspansi kolonialisme Barat (Eropa) terhadap dunia Timur (Islam). Kemudian muncul pertanyaan: apakah Oksidentalisme diciptakan untuk merebut kekuasaan Orentalisme?
Tidak! Oksidentalisme Hassan Hanafi menurut Sukdi hanya menuntut pembebasan diri dari cengkraman kolonialisme orientalis dan menuntut keseimbangan dalam kebudayaan, dalam kekuatan, yang selama ini memposisikan Barat sebagai pusat dominan, “ego Oksidentalisme lebih bersih, obyektif dan netral dibandingkan dengan ego orientalisme”, tegas cendikiawan penggagas “islam kiri” ini.
Oksidentalisme Hassan Hanafi pada dasarnya diciptakan untuk menghadapi westernisasi yang memiliki pengaruh luas tidak hanya pada budaya dan konsepsi tentang alam, tetapi juga mengancam kemerdekaan peradaban kita. Ini bahkan merambah pada gaya kehidupan sehari-hari: bahasa, manifestasi kehidupan dan seni bangunan, juga ekonomi. Menurut Guru besar Iniversitas Kairo ini, kebutuhan ekonomi memaksa kita untuk membuang diri terhadap kapitalisme global.
Selain itu, tugas Oksidentalisme adalah menghapus eurosentrisme, menjelaskan bagaimana kesadaran eropa mengambil posisi tertinggi di lingkungan kita khususnya disepanjang sejarah. Tidak hanya itu, tugas Oksidentalisme juga mengembalikan kebudayaan Barat ke batas alamiahnya setelah lama kejayaan imperialism menyebar keluar melalui penguasaan media informasi, kantor-kantor berita, peran penerbitan besar, pusat penelitian ilmiah dan sebagainya.
Jika Oksidentalisme telah selesai dibangun dan dipelajari oleh para peneliti dari beberapa generasi, akan menghasilkan diantaranya: Pertama, mengembalikan Barat ke batas alamiahnya, mengakhiri perang kebudayaan, menghentikan ekspansi tanpa batas, mengembalikan filsafat Eropa ke lingkungan di mana ia dilahirkan, sehingga partikularitas Barat akan terlihat.
Kedua, mengakhiri Orentalisme dan mengubah status Timur dari obyek menjadi subyek. Lebih dari itu, Oksidentalisme juga dapat mengubah peradaban Barat dari kajian obyek menjadi obyek-kajian; melacak sejarah, sumber, lingkungan, awal, akhir, kemunculan, perkembangan, struktur dan keterbentukan peradaban Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar