Total Tayangan Halaman

Senin, 21 November 2011

Dinasti Bani Umayah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah runtuhnya kekhalifahan Khulafaur Rosyidin yang terakhir yaitu Khalifah Ali ibn Abi Thalib, gunernur Syam yaitu Muawiyah ibn Abi Sufyan tampil dan membentuk suatu dinasti pemerintahan Islam yang baru yaitu Daulah Bani Umayyah. Muawiyah membentuk system pemerintahan monarchi absolute yang merupakan hal baru bagi dunia Arab.
Walaupun bisa berkuasanya Muawiyah tidak lepas dari ulahnya yang memimpin Bani Umayyah yang memberontak pada Khalifah Ali dalam peristiwa arbitrase di Shiffin, tetapi kemajuan yang dapat dicapainya ketika berkuasa dirasa pantas untuk tidak dilupakan begitu saja karena jelas pada masa kekhalifahan Bani Umayyah bukti-bukti peninggalanya mengatakan bahwa Islam pernah benar-benar makmur.
Makalah ini disusun untuk mengungkapkan sejarah, perkembangn-perkembangn yang telah dicapai pada masa Daulah Umayyah, dan kehancurannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Daulah Bani Umayyah?
2. Apa saja perkembangan-perkembangn yang berhasil dicapai?
3. Bagaimana proses kehancuran Daulah Bani Umayyah?









BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Daulah Bani Umayyah

Sepeninggal Ali ibn Abi Thalib, gubernur Syam tampil sebagai peguasa islam yang kuat. Masa kekuasaannya merupakan awal kedaulatan Bani Umayyah. Mu’awiyah ibn Abu Sufyan ibn Harb adalah pembangun dinasti Umayyah dan sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia memindahkan Ibu Kota kekuasaan Islam dari Kuffah ke Damascus.
Memasuki masa kekuasaan Mu’awiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayah , pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis ( kerajaan turun temurun ). Kekhalifahan Mu’awiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan dan suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Mu’awiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anakny, Yazid. Mu’awiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun, dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebut “Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang di angkat oleh Allah.
Dengan dinobatkannya Mu’awiyah menjadi kholifah, telah dimulai babak baru perpolitikan Islam. Mu’awiyah sebagai keturunan aristocrat Makkah yang menguasai bidang politik, ekonomi dan militer sebelum masuknya mereka ke dalam Islam, berusaha mengembalikan kekuasaan mereka. Masuknya mereka dari kuturunan Abd Sysam termasuk Mu’awiyah dan ayahnya, Abi Sufyan ketika terjadi Fathu Makkah telah menghilangkan otoritas dan kehormatan yang telah lama disandang mereka, dan menjadikan mereka sejajar dengan umat Islam lainnya. Maka saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengembalikan otoritas keluarganya yang hilang saat kedatangan Islan, dengan membangun dinasti menguasai seluruh masyarakat Islam.
Keberhasilan Mu’awiyah mendirikan Bani Umayyah bukan hanya akibat dari kemenangan diplomasi da Siffin dan terbunuhnya khalifah Ali saja, dari sejak semula Gubernur Suriah itu memiliki “basis rasional” yang solid bagi landasan politiknya di masa depan. Pertama adalah berupa dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Kedua, sebagai seorang administrator, Mu’awiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Tiga orang patutlah mendapat perhatian khusus, yaitu ‘Amr bin ‘Ash, Mughirah ibnu Syu’bah dan Ziyad ibnu Abihi. Ketiga pembantu ini dengan Mu’awiyah merupakan empat politikus yang sangat mengagumkan di kalangan Muslim Arab. Ketiga, Mu’awiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm” sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Makkah pada zaman dulu. Seorang manusia hilm seperti Mu’awiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.
Ekspansi yamg terhenti pada masa khalifah Utsman dan Ali di lanjutkan kembali oleh Dinasti ini. Di zaman Mu’awiyah, Tunisia dapat di taklukkan. Di sebelah timur, Mu’awiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Mu’awiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik. Dia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil Balkh, Bukhara, Khawariz, Ferghana, dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid ibnu Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. setelah Al-Jazair dan Marokko dapat di taklukkan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan Benua Eropa, dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan Toledo yang dijadikan Ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibn Abd Al-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini di pimpin oleh Abd Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Al-Ghafiqi terbunuh dan tentaranya mundur kembali ke S[anyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada Zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspensi ke beberapa daerah, baik di Timur naupun Barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.

B. Kebijakan-Kebijakan

Kebijakan politik yang di ambil Mu’awiyah dalam menjalankan tugas kekhalifahan setelah di baiat di Kuffah adalah dengan memperkuat barisan militer dilaksanakan karena memperkuat basis dan kekuatan dinasti Umayyah ada pada militer yang digunakan untuk mempertahankan kedaulatan Negara dan berbagai gerakan, baik itu kaum oposan dan pemberontak maupun serangan dari Romawi, Bizantium, dan juga digunakan untuk melakukan ekspansi memperluas wilayah dan meningkatkan pendapatan Negara. Kebijakan militer ini diikuti dengan tetap mempertahankan faktor bangsa Arab sebagai kekuatan militer bahkan setiap kepala suku Arab mendapatkan jabatan sebagai panglima perang, dan kemudian mereka dimanfaatkan untuk melakukan sejumlah penaklukan di wilayah Afrika Utara sampai ke Spanyol dan Iran Timur. Dalam hal memperluas kekuasaan administrasi negara terkait dengan kebijakan politik dan keuangan serta pendapatan negara diambil dari nilai-nilai Arab yaitu konsiliasi, konsultasi, kedermawanan dan penghormatan terhadap bentuk tradisi kesukuan Arab. Sedangkan dalam masalah legalitas kekhalifahan, dinasti Umayyah mempertegas kembali keberadaannya sebagai penerus kekhalifahan terdahulu. Penegasan ini didasari oleh sunnah yang berlaku bahwa kepemimpinan dalam harus dari Arab Quraisy, bahkan membangun sebuah interpretasi lanjutan bahwa khalifah adalah jabatan dari Allah. Prinsip-prinsip inilah yang memperkuat keberadaan dinasti Umayyah sepanjang 90 tahun meskipun disana sini banyak timbul pemberontakan terhadap penguasa dinasti ini.

C. Para Khalifah Bani Umayyah


Dinasti Umayyah berkuasa hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 khalifah. Dimulai oleh Mu’awiyah ibn Abi Sufyan dan ditutup oleh Marwan ibn Muhammad. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa didalam berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada juga khalifah yang tidak patut dan lemah. Adapun urutan-urutan Khalifah Umayyah adalah sebagai berikut:
41 H/ 661 M - Mu’awiyah I ( ibn Abi Sufyan )
60 H/ 680 M - Yazid I ( ibn Mu’awiyah )
64 H/ 684 M - Mu’wiyah II ( ibn Yazid )
64 H/ 684 M - Marwan I ( ibn Hakam )
65 H/ 685 M - Abdul malik ibn Marwan
86 H/ 705 M - Al-Walid I ( ibn Abdul Malik )
96 H/ 715 M - Sulayman ibn Abdul Malik
99 H/ 717 M - Umar ibn Abdul Aziz
101 H/ 720 M - Yazid II ( ibn Abdul Malik )
105 H/ 724 M - Hisyam ibnu Abdul Malik
125 H/ 743 M - Al-Walid II ( ibn Yazin II )
126 H/ 744 M – Ibrahim ibn al-Walid II
127-132 H/ 744-750 M Marwan II ( ibn Muhammad )
Empat orang khalifah memegang kekuasaan selama 70 tahun, yaitu Mu’awiyah, Abdul Malik, al-Walid I dan Hisyam. Sedangkan sepuluh khalifah sisanya hanya memerintah dalam jangka waktu 20 tahun saja. Para pencatat sejarah umumnya sependapat bahwa khalifah-khalifah terbesar mereka ialah: Mu’awiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.

D. Perkembangan – Perkembangan Daulah Bani Umayyah

1. Organisasi Negara
Organisas Negara pada masa Daulah Bani Umayyah masih sama seperti pada masa permulaan Islam yaitu terdiri dari lima badan:
a. An- Nidhamul Siyasy ( organisasi politik )
b. An- Nidhamul Idary ( organisasi tata usaha negara )
c. An – Nidhamul Maly ( organisasi keuangan )
d. An- Nidhamul Harby ( organisasi pertahanan )
e. An – Nidhamul Qadhaai ( organisasi kehakiman )

a. An-Nidhamul Siyasy (Organisasi Politik)
Dalam bidang organisasi politik ini telah mengalami beberapa perubahan disbanding dengan permulaan Islam. Perubahan itu terutama terjadi pada beberapa hal sebagai berikut:
1. Khilafah
Perebutan kekuasaan oleh Muawiyah ibn Abi Sufyan telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam peraturan syuro (musyawrah) yang menjadi dasar pemilihan Khulafaaur Rasyidin. Maka dari itu, jabatan khalifah beralih ke tangan raja satu keluarga, yang memerintah dengan kekuatan pedang, politik, dan diplomasi.
2. Al-Kitabah
Seperti halnya pada masa permulaan Islam, dalam masa daulah Bani Umayyah dibentuk semacam Dewan Sekretaris Negara (Diwanul Kitabah) untuk mengurus berbagai urusan pemerintahan. Karena dalam masa ini urusan pemerintahan menjadi lebih banyak, maka ditetapkan lima orang sekretaris, yaitu:
a. Katib ar-Rasaail (Sekretaris Urusan Persuratan)
b. Katib al-Kharraj (Sekretaris Urusan Pajak/ Keuangan)
c. Katib al-Jundi (Sekretaris Urusan Ketentaraan)
d. Katib as-Syurthah (Sekretaris Urusan Kepolisian)
e. Katib al-Qadhi (Sekretaris Urusan Kehakiman)
Diantara para sekretaris itu yang paling penting adalah Kati bar-Risalah sehingga para khalifah tidak akan memeberi jabatan itu kecuali pada kerabat atau orang- orang tertentu.
Diantara para kuttab yang terkenal selama masa Daulah Umayyah adalah: Zaiyad
bin Abihi (sekretaris Abu Musa al-Asy’ari), Salim (sekretaris Histam bin Abdul Malik), Abdul Hamid (sekretaris Marwan bin Muhammad).
3. Al-Hijabah
Pada masa Daulah Bani Umayyah diadakan jabatan baru yang bernama al-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan khalifah. Mungkin karena khawatir akan terulang lagi peristiwa pembunuhan terhadap Ali dan percobaan pembunuhan terhadap Muawiyah dan Amr ibn Ash, maka diadakan penjagaan yang keras sekali terhadap diri khalifah, sehingga siapapun tidak dapat menghadap sebelum mendapat izin dari pengawal (hujjab).

b. An-Nidhamul Idary (Organisasi Tata Usaha Negara)
Seperti pada masa permulaan Islam, organisasi tata usaha negara sangat sederhana. Pada umumnya di daerah-daerah Islam bekas daerah Romawi dan Persia administrasi Negara dibiarkan seperti yang telah ada, kecuali diadakan perubahan-perubahan kecil.
Untuk mengurus masalah tata usaha pemerintahan, Daulah Umayyah membentuk empat buah Dewan atau kantor pusat yaitu: Diwanul Kharraj, Diwanul Rasaail, Diwanul Musytaghilat al-Mutanawwi’ah, dan Diwanul Khatim yng tugasnya mengurus surat-surat lamaran Raja, menyiarkannya, member stempel, membungkus dengan kain dan dibalutbdengan lilir kemudian di atasnya dicap.

c. An – Nidhamul Maly ( organisasi keuangan / ekonomi )
Sumber uang masuk pada zaman Daulah Umayyah, pada umumnya seperti di zaman permulaan Islam.
Kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara ( al dharaaib ) pada zaman Daulah Umayyah ditambah lagi atas kewajiban di zaman permulaan islam. Kepada penduduk dari negeri – negeri yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak – pajak istimewa. Sikap yang begini, telah menimbulkan perlawanan pada beberapa daerah.
Saluran uang ke luar di zaman Daulah Umayyah pada umumnya sama seperti permulaan islam, yaitu : gaji para pegawai dan tentara, serta biaya tata usaha Negara; pembangunan pertanian, termasuk irigasi dan penggalian terusan – aterusan; ongkos bagi orang – orang hukuman dan tawanan perang; perlengkapan perang; dan hadiah – hadiah kepada para pujangga dan para ulama’.

d. An-Nidhamul Harby (Organisasi Pertahanan)
Organisasi pertahanan pada masa Daulah Umayyah sama seperti pada zaman Khalifah Umar, hanya lebih disempurnakan. Bedanya,kalau pada zaman Khulafaur Rasyidin tentara Islam adalah tentara sukarela , maka pada masa Daulah Umayyah kebanyakan karena paksaan, yang dinamakan Nidhamul Tajnidil Ijbary (seperti undang-undang wajib militer). Organisasi tentara pada masa ini banyak mencontoh organisasi tentara Persi.
Pada masa Khalifah Usman, beliau telah membentik angkatan laut Islam, tetapi sangat ssederhana. Setelah Mu’awaiyah memegang kendali, maka dibangun armada Islam yang kuat dengan tujuan mempertahankan daerah-daerah Islam dari serangan armada Romawi dan untuk memperluas Dakwah Islamiyah. Mu’wiyah membentuk dua armada, yaitu: Armada Musim Dingin dan Armada Musim Panas, sehingga dia bias bertempur dalam segala musim.
Armada laut Syam terdiri dari banyak kapal perang di zaman Mu’awiyah. Laksamana Aqobah bin Amir Fahri menyerang Pulau Rhodos. Pada tahun 53 H Armada Romawi menyerang daerah Islam dan membunuh seorang panglimanya yang bernama Wardan. Hal ini membuka mata kaum Muslimin sehingga para pembesar Islam Mesir bergegas membangun gelangan kapal perang di Pulau Raudhah pada tahun 54 H.
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif dimana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan yang terhenti pada zaman dua Khulafaur Rosyidin yang terakhir. Hanya dalam waktu 90 tahun anyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk dalam kekuasaan Islam yang meliputi Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Suriah, Palestina, separuh daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negara-negara yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan yang termasuk Uni Soviet.

e. An-Nidhamul Qadhaii (Organisasi Kehakiman)
Di zaman Daulah Mu’awiyah kekuasaan pengadilan telah dipisahkan dari kekuasaan politik. Para hakim pada masa Daulah Umayyah adalah manusia pilihan, yang bertaqwa kepada Allah dan melaksanakan hokum dengan adil. Sementara Khalifah mengawasi gerak- gerik dan tingkah laku mereka, sehingga jika ada yang menyeleweng lansung dipecat.
Kekuasaan kehakiman di zaman ini dibagi menjadi tiga badan, yaitu:
1. Al-Qadha’ atau qadhi, yang tugasnya menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan agama.
2. Al-Hisbah,di mana tugas al-Muhtasib (kepala hisbah) adalah menyelesaikan perkara-perkara umum dan soal-soal pidana yang memerlukan waktu yang cepat.
3. An-Nadhar fi Mudlalim yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding yang biasanya mengadili para hakim dan paara pembesar yang bersalah. Pengadilan ini bersidang di bawah pimpinan Khalifah sendiri atau orang yang ditunjuk olehnya.

2. Ilmu Pengetahuan
Kehidupan ilmu pada masa Daulah Umayyah pada umumnya berjalan seperti zaman permulaan Islam, hanya ada peningkatan maju sesuai dengan perkembangan Daulah Islamiyah sendiri. Pada zaman ini telah mulai dirintis jalan ilmu naqli, yaitu filsafat dan eksakta. Pada zaman ini masjid menjadi pusat kehidupan dan kegiatan ilmu. Dalam masjid diajar segala macam ilmu, terutama ilmu-ilmu agama.
Menurut ahli sejarah terkenal Jarji Zaidan, bahwa adaabul lughoh (ilmu pengetahuan) pada masa Daulah Umayyah terbagi dalm dua bidang besar, yaitu:
1). Al-Adabul Hadisah (ilmu-ilmu baru), yang terbagi atas dua bagian:
a. Al-Ulumul Islamiyah seperti ilmu-ilmu Al-Qur’an, al-Hadits, al-Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, at-Tarikh, dan al-Jughrofi.
b. Al-Ulumud Dakhiliyah,yaitu ilmu-ilmu yang diperlukan untuk kemajuan umat Islam, seperti ilmu-ilmu kedokteran, filsafat, ilmu pasti dan ilmu-ilmu ekskta lainnya yang disalin dari bahasa Romawi dan Persia.
2). Al-Adaabul Qodimah (ilmu-ilmu lama), yaitu ilmu-ilmu yang telah ada di zaman jahiliyah dan di masa Khulafaur Rosyidin, seperti ilmu-ilmu lughoh, syair, khithabah, dan amsaal.

3. Seni dan Budaya
Pada zaman Daulah Bani Umayyah beberapa cabang seni dan budaya meningkat dan maju, terutama seni bahasa, seni suara, seni rupa, dan seni bangunan atau arsitektural.

a. Seni Bahasa
Kemajuan seni bahasa sangat erat hubungannya dengan perkembangan lughat (perbendaharaan bahasa). Sedangkan kemajuan lughot mengikuti evolusi kemajuan zaman.
Pada zaman Daulah Umayyah kaum muslimin telah banyak mencapai kemajuan dalam bidang politik, ekonomi, social dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dengan sendirinya perbendaharaan bahasa menjadi bertambah dengan kata-kata dan istilah-istilah baru yang belum ada pada masa yang lalu.
Perkembangan perbendaharaan bahasa yang terjadi itu akhirnya berdampak pada munculnya para penyair. Diantara para penyair itu yang termasyhur adalah Nukman bin Basyir al-Anshary (wafat tahun 65 H), Ibnu Mafragh al-Hamiri (wafat tahun 69 H), Abu Aswad ad-Dualy (wafat tahun 69 H), Miskin Addaramy (wafat tahun 90 H), al-Farzadak (wafat tahun 110 H), ar-Ra’I (wafat tahun 90 H),dan lain-lain.

b. Seni Khithabah
Pada zaman Daulah Umayyah seni khithabah masih mengambil tempat yang penting karena pentingnya khithabah untuk membangkitkan semangat jihad dan meninggikan kabilah. Karena itu, pada umumnya para khalifah dan pembesar lainnya adalah para khatib yang petah lidahnya.


c. Seni Suara
Perkembangan seni suara pada zaman ini yang terpenting diantaranya adalah Qiroatul Qur’an,Qoshidah, musik dan lagu-lagu yang berirama cinta kasih. Para pengasuh dan dayang-dayang pada umumnya adalah penyanyi-penyanyi yang terlatih baik.

d. Seni Rupa
Seni rupa yang berkembang pada masa ini adalah seni ukir dan seni pahat, sama halnya dengan zaman permulaan Islam.
Seni ukir telah berkembang maju dalam zaman Daulah Umayyah dan penggunaannya yang menonjol adalah penggunaan khat Arab sebagai motif ukiran atau pahatan. Banyak ayat Al-Qur’an, hadits-hadits Nabawy dan rangkuman syair atau kata-kata berkhitmat yang dipahat dan diukir pada tembok dinding bangunan masjid, istana, gedung-gedung lainnya atau pada tempat-tempat lain.
Yang terkenal dan maju adalah seni ukir di dinding tembok. Salah satu jejaknya yang masih tinggal adalah ukiran pahat pada tembok Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), istana musum panas di daeran pegunungan yang terletak di sebelah Timur Laut Mati (al-Bahr al-Mayati), kira-kira 50 mil sebelah timur Amman. Istana yang dibangun oleh Khalifah al-Walid ibn Abdul Malik ini, khusus untuk empt istirahat musim panas dan waktu berburu sehingga kadang-kadang dinamakan “Istana Berburu”.

e. Seni Bangunan (Arsitektural)
Seni bangunan dalam zaman Daulah Bani Umayyah ini masih berpusat pada seni bangunan sipil yang terwujud dalam kota-kota dan gedung-gedung. Sedangkan seni bangunan agama terwujud dalam masjid-masjid dan seni bangunan militer yang terwujud dalam benteng-benteng.
Pada masa Daulah Umayyah banyak dibangun masjid-masjid yang indah dan besar. Diantaranya yang terkenal adalah Mesjid Damaskus, Mesjid Kairuwan, dan Mesjid Cordova.
Masjid Damaskus dibangun oleh Khalifah al-Walid ibn Abdul Malik dengan arsiteknya Abu Ubaidah bin Jarrah. Untuk pembangunannya Khalifah al-Walid mendatangkan 12.000 orang ahli dari Romawi. Selain bangunannya sendiri yang memiliki nilai seni yang luar biasa, juga pilar-pilar dan dindingnya yang diukir dengan ukiran-ukiran halus dan ditaburi aneka batu yang bernilai tinngi.
Masjid Kairuwan dibangun pada masa Khalifah Hisyam ibn Abdul Malik dan arsiteknya Aqobah,seorang gubernur Afrika. Masjid ini berkali-kali mengalimi perbaikan dan pembesaran oleh para gubernur yang silih berganti sehingga menjadi salah satu masjid kebanggaan kaum Muslimin di Afrika Utara, terutama kubahnya yang terkenal dengan “Qubatul Bahwi”.
Mesjid Cordova adalah salah satu bangunan di Cordova yangterbaik dan mempunyai keindahan tersendiri. Menurut para ahli sejaraah tidak ada masjid yang lebih besar dan megah daripada masjid ini, terutamg menaranya yang terbuat dari batu marmer dan tingginya lebih dari 73 hasta. Masjid ini mempunyai 9 pintu yang terbuat dari tembaga kuning, kecuali Pintu Maqshurah yang terbuat daari emas murni.

f. Seni Bangunan Sipil
Beberapa kota baru atau pembaharuan kota lama telah dibangun pada masa Daulah Umayyah yang diiringi dengan pembangunan berbagai gedung dengan gaya tersendiri yaitu campuran gaya Persia, Romawi dan Arab dengan diwarnai semangat Islam. Beberapa kota besar yang terkenal pada masa ini adalah Damaskus sebagai ibukota Negara, Kairuwan yang berada di wilayah Afrika Utara yang menjadi pusat ilmu dan kota militer yang kuat, Cordova yang baearada di wilayah Andalusia, Granada yang merupakan kota nomor dua setelah Cordova yang mendapat sebutan “Damaskusnya Orang Andalusia”, dan al-Hamra yang merupakan bagian dari wilayah Granada.

E. Kehancuran Daulah Bani Umayyah

Pada zaman Kekhalifahan Umayyah ada tiga kekuatan yang mengancam khalifah, yaitu: Bani Hasyim yang terdiri dari Syi’ah yang dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani dan Bani Abbas yang dipimpin oleh Abu Abbas, golongan Khawarij dan golongan Mawali.
Setelah Khalifah Umar ibn Abdul Aziz para khalifah setelahnya termasuk Yazid ibn Abdul Malik adalah para kahalifah yang senang pada kemewahan, kurang memperhatikan kehidupan rakyatnya dan lemah. Pada masa Hisyam ibn Abdul Malik muncul gerakan Bani Hasyim yang didukung oleh kaum Mawali. Dan pada tahun 750 M Abu al-Abbas mendapat dukungan dari golongan Syi’ah yang dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani. Karena dukungan tersebut Abul Abbas berhasil membunuh Marwan ibn Malik setelah melarikan diri ke Mesir. Dengan terbunuhnya Marwan ibn Malik berakhirlah Dinasti Bani Umayyah di Syiria.
Beberapa faktora yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah melemah dan runtuh adalah :
a. System pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah hal yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas.
b. Latar belakang terbenntuknya Dinasti Bani Umayyah tidak bias dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi pada masa Khalifah Ali. Golongan Syi’ah dan Khawarij terus menjadi golongan oposisi baik secara terbuka seperti pada masa awal dan akhir maupun secara tertutup seperti pada masa pertengahan. Gerakan penumpasan terhadapnya banyak menyedot kekuatan pemerintah.
c. Pertentangan etnis antara suku Arabia Utara dan Arabia yang terus berlangsung dan mengakibatkan Khalifah mendapat kesulitan menggalang persatuan dan kesatuan. Selain itu rasa tidak puas atas status Mawali pada sebagian besar masyarakat non Arab.
d. Lemahnya pemerintahn juga disebabkan oleh kebiasaan hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak Khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan ketika mereka mewarisai kekuasaan. Selain itu rasa kecewa dari para pemuka agama karena para perhatian para penguasa sangat kurang pada masalah agama.
e. Penyebab langsung runtuhnya dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh al-Abbas ibn Abdul Muthalib dari Bani Hasyim dan mendapat dukungan dari Syi’ah dan kaum Mawali.




BAB III

PENUTUP


Kesimpulan

1. Perintisan pendirian Dinasti Umayyah dilakukan oleh Mu’awiyah ibn Abi Sufyan dengan cara menolak membai’at Khalifah Ali berperang melawannya, dan melakukan tahkim yang secara politik menguntungkan pihak Muawiyah. Keberuntungan Maawiyah berikutnya adalah keberhasilan kaum Khawarij membunuh Khalifah Ali. Jabatan Khalifah selanjutnya dipegang Hasan ibn Ali. Tapi karena tidak didukung oleh kekutn yang kuat, sementara kekuatan Muawiyah semakin kuat, akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan ibn Ali yang intinya pergantian pemimpin diserahkan pada umat Islam adalah pada masa Muawiyah berakhir. Karena perjanjian itu mempersatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan, akhirnya Muawiyah berkuasa dan memimpin Daulah Umayyah.
2. Perkembangn-perkembangan yang berhasil dicapai Daulah Bani Umayyah meliputi: organisasi Negara, ilmu pengetahuan, seni, dan budaya.
3. Runtunya Daulah Bani Umayyah disebabkan oleh serangan kelompok-kelompok oposisi dari Bani Hasyim yang dipimpin oleh al-Abbas dan mendapat dukungan dari kaum Syiah yang dipimpin Abu Muslim al-Khurasani. Selain itu juga serangan dari kaum Khawarij dan kaum Mawali (non Arab).

















DAFTAR PUSTAKA



Hamka. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.

Hasjmy, A. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Islamika, 2008.

Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos, 1997.

Taufiqurrahman. Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam: Daras Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Islamika, 2003.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar