Total Tayangan Halaman

Kamis, 24 November 2011

SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM PADA MASA KENABIAN

B AB I

PENDAHULUAN

Awal tapak langkah kita untuk menelusuri system pemerintahan Islam akan kita mulai dari pertama hadirnya embrio pemerintahan Islam, tepatnya pada saat pencetusnya masih hidup atau biasa disebut dengan era kenabian. Era ini walaupun berjalan relative singkat, adalah era terbaik atau era ideal dalam segala aspek, baik dalam bidang budaya, social, moral ataupun politik. Pada masa ini tertanam pondamen yang begitu kokoh untuk ditiru dan dikembangkan oleh generasi-generasi berikutnya hingga sampai pada era moderen ini
Era ini dapat kita kelompokkkan dalam dua fase; yaitu fase pra hijrah dan fase pasca hijrah. Pada fase pertama telah berhasil ditetapkan kaidah-kaidah pokok secara general. Dan fase kedua mulai terbentuk komunitas masyarakat Islam dan telah mampu menjabarkan secara detail kaidah-kaidah general tersebut. Disempurnakan lagi dengan pendeklarasian prinsip-prinsip baru serta usaha pengaplikasiannya sehingga Islam dapat mencapai independensi politik baik dalam tataran teori maupun dalam praktik.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah system pemerintahan Islam pada masa kenabian?


B A B II

PEMBAHASAN

A. MASA KENABIAN
Tradisi jahiliyah yang telah mendarah daging dalam kepercayaan kaum Quraisy terus mendapat gempuran dari Islam sebagai agama penyempurna dari agama-agama samawi yang dibawa oleh para Nabi terdahulu.
Dalam menjalankan misi kerasulannya para Nabi tidak dapat terlepas dari kancah politik, mau ataupun tidak mereka harus berhadapan dan bergelut dengan hal yang satu ini, seperti halnya yang pernah dialami oleh Nabi Musa. Nabi Musa telah mengibarkan bendera revolusi politik dan keagamaan. Untuk itu, ia banyak melakukan usaha pembebasan kaumya dari penindasan kaum Qibti, juga pembebasan dari penyembahan terhadap fir'aun (Ramses II) yang mengatakan " Akulah Tuhanmu yang tertinggi"
Begitu juga dengan Nabi Muhammad SAW. Beliau juga melakukan reformasi menentang paganisme. Secara terang-terangan beliau menghujat Hubal, Lat, Uzza dan berhala-berhala lain yang telah menjadi sesembahan kaum Quraisy. Tujuannya tak lain adalah mengajak mereka menuju agama tauhid guna menggapai hubungan dengan dzat yang maha tinggi dan jauh dari mata rantaio ilusi.
Disisi lain Nabi Muhammad memiliki misi yang tidak dimiliki oleh para Nabi sebelumnya, yaitu untuk mendirikan pemerintahan dengan mewujudkan negara yang independen terbebas dari intervensi kekuasaan lain. Pelaksanaan misi ini sangat memungkinkan bagi beliau, karena beliau hidup dalam wilayah yang disana sama sekali beluim pernah terbentuk sebuah sistem kenegaraan. Berbeda dengan Kristen dan Yahudi, yaitu kerajaan Romawi dan Mesir. Seluruh pelaksanaan tugas kenabian Muhammad dapat dikelompokkan dalam dua fase yang dipisahkan oleh satu garis hijrah. Fase pertama adalah periode Mekkah yaitu masa sebelum Nabi hijrah ke Yatsrib. Dan fase yang kedua adalah periode madinah, yaitu masa pasca hijrah.

B. Periode Makkah
Pada saat usia Nabi menjelang empat puluh tahun, beliau sering berkontempelasi di gua Hira yang berjarak kira-kira 3,5 mil atau hampir 6 km di sebelah utara Makkah. Ditempat itulah wahyu pertama turun sebagai pembuka babak baru atas kenabiannya. Pada periode awal yang berjalan kira-kira belasan tahun ini, dakwah mula-mula dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan lebih terfokus pada ajakan untuk mengesakan Tuhan, mensucikan jiwa dan anjuran untuk melakukan shalat. Dan Nabi pun melaksanakan shalat secara sembunyi-sembunyi bersama para sahabatnya.
Tiga tahun setelah kerasulan beliau, turunlah perintah untuk mengumumkan ajaran Islam secara terang-terangan. Berdasarkan perintah tersebut beliau mengundang kerabat-kerabat beliau untuk menghadiri jamuan makanan sambil berdakwah mengajak mereka untuk menyembah kepada Allah. Pada hari pertama, Abu Lahab memangkas pembicararaan itu dengan mengajak kaumnya pergi meninggalkan tempat itu. Dan pada hari kedua setelah jamuan Nabi bersabda " saya tidak melihat ada seorang manusia dikalangan Arab ini dapat membawakan sesuatu ketengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawakan kepadamu sekalian ini. Kubawakan kepada kamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan telah menyuruh aku mengajak kamu sekalian. Siapa diantara kamu ini yang mau mendukungku dalam hal ini? Mreka semua menolak ajakan Nabi, kecuali Ali yang masih berusia belia.
Setelah menyeru keluarga-keluarganya, objek seruan Islam diperluas lagi dengan menyeru seluruh penduduk kota Makkah yang dilakukannya di atas bukit Shafa. Nabi juga gigih menyebarkan ajarannya kepada penduduk negeri lain dengan menghimbau orang yang datang ke Makkah ketika melaksanakan ibadah haji. Dari usahanya yang tak mengenal lelah akhirnya jumlah pengikut Muhammad terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan semakin menambah kegusaran kaum Quraisy. Dari kegusaran itu mereka terus berupaya menentang Islam dan mengintimidasi pengikutnya.
Kenyataan ini mendorong Nabi untuk memberi intruksi kepada sahabat untuk melakukan eksodus ke Abisinia (Ethiopia) yang mayorias agamanya beragama Kristen. Nabi berkata " tempat itu diperintah seorang raja dan tak ada orang yang dianiyaya disitu. Itu bumi jujur, sapai nanti Allah membukakan jalan bagi kita semua." Hijrah ini dilakukan dalam dua gelombang. Gelombag pertama diikuti oeh sebelas pria dan empat wanita. Sedangkan gelombang kedua diikuti delapan puluh orang pria tanpa kaum istri dan anak-anak. Kaum muslimin ini mendapatkan perlindumngan yang baik dibawah kekuasaan raja najasyi (Negus). Hijrah ini adalah salah satu usaha beliau untuk melindungi para pengikutnya, lantaran Rasul sendiri belum memiliki kekuatan yang cukup untuk memberi perlindungan.
Sekilas gambaran di atas dapat menunjukkan bahwa situasi di Makkah pada periode ini belum dapat menunjukkan atas terbentuknya masyarakat politik dalam frame negara. Karena pada kenyataannya mereka digunakan untuk menerapkan undang-undang yang mereka sepakati bersama. Atau dapat kita katakan bahwa pada era ini orang-orang Islam belum dapat memperoleh kedaulatannya secara penuh. Didukung lagi dengan faka bahwa ayat-ayat yang bersifat praktis dan politis nyaris tidak ada yang diturunkan pada era ini.


C. Periode Madinah.
Studi sosiologis terhadap sejarah Nabi Muhammad Saw. Cenderung memberikan kesimpulan bahwa kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Dibedakan atas kedudukannya sebagai kepala Negara. Demikian ini karena memang terdapat perbedaan sosiologis dalam dua periode perjuangan Nabi Muhammad Saw. Yang mana periode pertama lebih ditanggapi sebagai pemimpin agama pembawa risalah, sebaliknya dalam periode Madinah kegiatan dan usaha yang paling dominan adalah menata masyarakat Islam. Karena itu beliau ditanggapi sebagai pemimpin Negara (negarawan).
Mengenai masalah asas operasional kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Itu meliputi kepada :
1. Iman yang kokoh. Asas ini dipetik dari peristiwa-peristiwa yang dialami rasul seperti intimidasi Quraisy melalui Abu Thalib ataupun tawaran-tawaran dari Utbah bin Rabi'ah. Namun beliau tidak goyah sedikitpun dari segala ancaman dan bujukan musuh-musuhnya. Iman yang kokoh membuhkan kesetiaan dan kedisiplinan, dua sikap mental yang sangat diperlukan dalam suatu perjungan besar bahkan merupakan syarat mutlak untuk mencapai kesuksesan.
2. Keterampilan dalam Siyasah. Yang dimaksud adalah kemampuan dalam menganalisa situasi dan kondisi serta arif dalam mengambil kebijakan sehingga indikasinya, cita-cita akan tercapai dengan usaha-usaha yang efisien dan efektif. Keterampilan siyasah tampak pada peristiwa sejarah kehidupan rasul, antara lain ketika keluar dari Makkah, beliau tidak langsung ke Madinah, tetapi terlebih dahulu ke gua tsur selama 3 malam. Setelah itu baru melanjutkan perjalannya ke Madinah pada hari brikutnya. Demikian pula siyasah yang terkandung dalam perjanjian Hudaiybiah menjadi data akan adanya asas operasional ini.
3. Potensi dan Kekuatan fisik. Dua hal ini juga merupakan asas operasional perjuangan Nabi Muhammad Saw. Dalam menegakkan agama Islam. Kekuatan tidaklah mutlak harus purna dalam segala bidang, Akan tetapi kekuatan yang memadai akan menjadi modal bagi usaha-usaha perjuangan. Kekuatan mental sebagai buah dari iman belumlah mencukupi, demikian pula halnya ilmu pengetahuan semata belum memadai. Dari sejarah diketahui bahwa, potensi material dan fisik juga sangat mempengaruhi jalannya dakwah Nabi Muhammad Saw.

D. Sistem Pemerintahan Negara Madinah.
Peran Nabi Muhammad Saw. di Madinah bukan hanya sebagai seorang penyeru semata, melainkan juga sebagai seorang pemimpin masyarkat dan kepala negara. Dalam rangka menuai sukses di dua bidang tersebut, ada beberapa langkah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.
1. Mendirikan masjid sebagai sentral dan perkembangan kebudayaan. Selama perjalan hijrah Nabi Muhammad Saw. sempat singgah di Quba selama empat hari. Ditempat itu beliau membangun masjid yang pertama kalinya. Setiba di Madinah Nabi Muhammad Saw. juga membangun masjid yang berdampingan dengan rumah beliau.Didalam masjid itulah Nabi dan para sahabat melakukan shalat, musyawarah, aktifitas social dan lain-lain.
2. Mempersatukan Kaum Muslimin dalam Ikatan Persaudaraan. Persaudaraa yang dirilis oleh Nabi adalah persaudaraan yang berdiri diatas agama, bukan fanatisme ras dan kekabilahan. Usaha untuk memepersatukan kaum Muhajirin dan kaum Anshar ini dilakukan di rumah Anas bin Malik. Mereka berjumlah Sembilan puluh orang, separuh dari golongan Muhajirin dan separuh dari golongan Anshar. Dalam ikatan ini mereka diperintahkan untuk saling menolong dan bisa saling mewaris. Untuk pemberlakuan hukum waris ini berakhir hingga perang Badar dengan turunnya surat al-Anfal : 75.
3. Membangun Masyarakat Bernegara dengan Dukungan Seluruh Elemen Masyarakat dengan Tanpa Menghiraukan garis keturunan dan agama. Setelah berhasil menyatukan Yatsrib, Nabi melakukan manufer politik yang cukup bagus dengan melakukan persetujuan dengan pihak Yahudi sekitar Madinah. Dalam perjanjian ini mereka para ahli kitab dan monoteis mendapat perlindungan agama dan harta benda dengan syarat timbal balik. Dengan perjanjian ini, diharapkan mereka bisa hidup bersama berdampingan dan berafiliasi secara damai guna mewujudkan cita-cita bersama. Cita-cita dan kesepakatan ini mereka tuangkan dalam sebuah kontrak sosial yang kemudian dengan supremasi atau undang-undang. Supremasi itu baru terbentuk dengan adanya piagam Madinah yang dibuat sebelum perang badar ( 2 H/624 M).
Tujuan yang hendak dicapai dalam perjanjian Madinah yaitu terjaminnya hak-hak yang dilindungi olh hukum sehingga terwujud rasa kedamaian. Dalam term al Qur'an pernah disebuta negara ideal, yaitu Baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur, yakni negeri yang sejahtera dan sentosa. Sekalipun sifat ini tidak langsung ditujukan kepada negeri Madinah, namun dari berbagai ayat dapat disimpulkan bahwa sifat itu juga merupakan gambaran ideal negeri yang dikehendaki al Qur'an.

E. Corak Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.
Ada beberapa hal yang patut kita perhatikan tentang corak kepmimpinan nabi. Diantaranya adalah :
1. Adanya musyawarah yang dilaksanakan oleh Nabi bersama para sahabat baik secara terbuka maupun secara terbatas, terutama hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum dan tidak diatur oleh wahyu.
2. Dalam melaksanakan keputusa-kputusan hukum, misalnya eksekusi hukuman, memeberi pengajaran kepada masyarakat dan juga dalam memimpin perang, beliau memeberi kuasa kepada sahabat-sahabatnya.
3. Apabila beliau keluar kota untuk beberapa lama, misalnya untuk keperluan peperangan, beliau senantiasa mengangkat 'amil atas kota Madinah. Kadang-kadang beliau mengangkat dua orang, seorang wali dan seorang lagi untuk memimpin shalat, tetapi lebih banyak menunjuk 'amil tunggal, terutama apabila 'amil ini memeiliki reputasi dalam bidang kepemimpinan masyarakat dalam bidang keagamaan.

Dengan data tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa :
a. Pemerintahan Nabi saw. bukanlah pemerinthan otokrasi, sekalipun ditangannya terletak kekuasaan tertinggi.
b. Dalam menjalankan pemerinthan, ia dibantu oleh staf yang berfungsi sebagai anggota musyawarah dan juga sebagai eksekutor.
c. Nabi Muhammad Saw. Memberi kemugkinan pemisahan kekuasaan pemerintahan.


F. Keberhasilan Misi Nabi Saw.
Thomas W. Arnold menyebutkan, hijrahnya Rasullulah dari mMakkah ke Madinah merupakan kehidupan kekuargaan dalam Islam. Dia menjelaskan bagaimana Rasulullah dalam strateginya adalah seorang yang berhjasil mengembangkan agam dan Negara Islam di Madinah, dan keberhasilan Nabi dalam meltakkan dasar untuk mewujudkan persatuan di kalangan masyarakat madinah baik antara muhajirin dan anshar maupun antara orang Islam dengan orang yahudi.
Jirji Zaydan dalam Tarikh Tamadun al Islami memberi kesimpulan yang menyatakan hasil usaha yang diperoleh oleh Nabi Muhammad baik sewaktu di Makkah maupun di Madinah, Yaitu :
1. Muhammad menemukan bangsa yang kasar dan biadab yang kemudian diangkatlah martabat merka menjadi bangsa yang berkebudayaan serta berperadaban tinggi.
2. Muhammad berhasil mendirikan Negara yang disebut dengan Negara Arab Islam yang dapat mempersatukan semenanjung arabiah. Padahal sebelumnya mereka hidup dalam suasana permusuhan, sehingga bentuk Negara ini pun namanya Negara kota , yang konsepnya beda dengan Negara polis di Yunani dan Negara Utopia menurut Thomas Moore.
3. Untuk membina kehidupan masyarakat beribadah kepada Allah SWT maka Muhammad berdasarkan wahyu dari allah telah meletakkan dasar-dasar hukum syari'at Islam yang kemudian dari dasar-dasar tersebut membuka kesempatan bagi para penganutnya untuk melakukan reinterpretasi terhadap dasar itu menurut kebutuhan, situasi dan kondisi.

DAFTAR PUSTAKA


Haikal, Muhammad Husain, Hayatu Muhammad
Kurdi, Abdurrahman Abdulkadir , Tatanan Sosial Islam.
PP Lirboyo , Purna Siswa Aliyah 2007 M. : Simbiosis Negara dan Agama.
Permono, Sjechul Hadi, Islam dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan.

REMAJA DAN PERGAULAN BEBAS

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam kehidupannya selalu membutuhkan orang sebagai teman hidup, karena manusia tidak dapat hidup sendirian. Dalam menjalani kehidupannya manusia menempati lingkungan tertentu, sehingga manusia tersebut dapat melakukan peranannya dan dapat memenuhi kebutuhannya, yang menyebabkan manusia berbuat dan bertindak sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan pergaulan dengan orang lain, agar mencapai taraf tingkah laku yang baik dalam hidupnya. Setiap individu bereaksi atau berinteraksi satu dengan yang lainnya, baik kelompok maupun dalam masyarakat. Dengan adanya interaksi ini akan menyebabkan adanya pergaulan antar individu dalam kelompok ataupun dalam masyarakat.
Dalam interaksi sosial ini terjadi proses pengaruh mempengaruhi, imitasi dan identifikasi, yang akhirnya akan terjadi perubahan sosial. Perubahan sosial yang tidak disertai dengan kesiapan diri dan peningkatan kehidupan spiritual menyebabkan mudah terjadinya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan.
Dengan kebutuhannya terhadap orang lain maka manusia harus saling kenal mengenal agar dapat bergaul satu dengan yang lain seperti Firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 13 :
Artinya: Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS Al-Hujurat ayat 13)

Menurut Simanjuntak dalam Catur, pergaulan yang dilakukan oleh manusia akan mengakibatkan timbulnya persamaan dan perbedaan kepentingan, kewajiban dan hak. Kalau hal ini tidak diatur akan timbul kekacauan dan kerusakan. Pada hakikatnya pergaulan manusia harus tertuju pada keamanan. Ketentraman dan keselamatan maka akan menimbulkan suatu pergaulan yang hampir meremehkan moral, yang dengan kata lain disebut pergaulan bebas.

A. Remaja dan Kehidupannya
Remaja merupakan masa transisi kehidupan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan-perubahan fisik dan psikologisnya. Dalam penelitian ini penulis menekankan pada remaja yang berusia 12 sampai 22 tahun.
Dalam kehidupan remaja selalu datang kebudayaan yang belum tentu positif pengaruhnya bagi kehidupan remaja. Remaja yang selektif akan mempelajari dan menerima kebudayaan yang baru untuk menambah wawasan bagi dirinya, dan sebaliknya remaja yang berkonsep diri negatif akan mudah terbawa arus sehingga akan terjerumus dalam kebudayaan yang merusak kepribadiannya dan remaja tersebut akan mengalami keguncangan jiwa yang menjerumus kearah kenakalan remaja atau pergaulan bebas yang tidak Islami.
Remaja dalam menghadapi tantangan hidupnya perlu mendapatkan perhatian semua pihak. Namun demikian sebagai remaja mereka harus menyadari bahwa masa depan mereka ada ditangan mereka sendiri. Masa depan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, kebudayaan dan keluarga, akan tetapi faktor yang paling menentukan masa depan bagi remaja adalah remaja itu sendiri.
Masalah yang dihadapi remaja sangat kompleks karena pertumbuhan fisik dan mentalnya. Remaja harus menyesuaikan diri terhadap tuntutan dirinya dan harapan lingkungan yang mengakibatkan adanya perubahan pada kepribadiannya oleh karena itu remaja terkadang merasa gelisah dan cemas. Lingkungan yang baru dan norma yang ada pada lingkungan sering dirasa sebagai suatu keadaan yang menghambat remaja di dalam menyatakan dirinya secara wajar. Kondisi remaja yang seperti ini mengakibatkan kegagalan dalam menyesuaikan diri dan pencapaian konsep diri yang mantap karena ketidakmampuan dirinya berperilaku sebagai remaja yang bertanggungjawab. Oleh karena itu diperlukan konsep diri sebagai benteng pertahanan diri


B. Pengertian Pergaulan Bebas
Menurut Gunarsa dalam Catur menyatakan pergaulan bebas adalah suatu pergaulan yang luas antara pemuda-pemudi pergaulan yang terbatas antara muda mudi yang berarti adanya suatu kekhususan, sehingga orang mengatakan bahwa kedua muda mudi tersebut berpacaran.
Pengalaman berpacaran berpengaruh terhadap pergaulan bebas antara lawan jenis pada remaja. Hal ini disebabkan karena pacaran merupakan proses yang secara pasti dan perlahan-lahan menuju kearah keintiman yang lebih jauh sehingga berakibat semakin meningkatnya keinginan-keinginan seksual.
Menurut Sarwono pergaulan bebas merupakan pergaulan yang tidak mengenal batas norma dan adat yang ada dilingkungannya. Dalam pergaulan bebas yakni bergaul dengan siapa saja tidak pandang laki-laki ataupun perempuan.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pergaulan Bebas Pada Remaja
Menurut Gunarsa fakta-fakta yang mempengaruhi pergaulan bebas , yaitu :
1) Waktu, dengan adanya waktu luang yang tidak bermanfaat akan lebih mudah menimbulkan adanya pergaulan bebas. Dalam arti remaja putra-putri yang mementingkan hura-hura dan berkumpul dan bergadang akan lebih mudah terbawa arus pergaulan bebas.
2) Kurangnya pelaksanaan ajaran agama secara konsekuen, terutama sekali bagi remaja yang kurang melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.
3) Kurangnya pengawasan terhadap remaja, orang tua terlalu ketat dan tidak memberikan kebebasan serta orang tua terlalu sibuk di luar rumah sehingga remaja kurang perhatian dan pengawasan.
4) Adanya faham seks sekuler, yang sudah membudaya dalam pergaulan remaja dan masyarakat, misalnya :
a) Cara-cara berpakaian yang tidak langsung menutupi bagian tubuh yang rahasia.
b) Sistem pacaran atau tunangan yang tidak mengenal batas lagi. Dimana hubungan pria dan wanita sudah intim dan bebas layaknya suami istri yang sah.
c) Pemilihan ratu-ratu kecantikan dan bermacam-macam kontes.
5) Pengaruh norma baru dari luar, kebanyakan anggota masyarakat beranggapan bahwa setiap norma yang baru datang dari luar itulah yang benar, sebagai contoh ialah norma yang datang dari barat, baik melalui film, televisi, pergaulan sosial, model dan lain-lain. Remaja dengan cepat menelan apa saja yang dilihat dari film barat, contohnya pergaulan bebas.
Akhir-akhir ini melalui berbagai alat komunikasi, baik melalui bacaan maupun film di televisi, remaja banyak dijadikan objek pembahasan. Pergaulan bebas pada layar televisi maupun bioskop dapat merangsang remaja untuk turut membaca dan melakukan pergaulan bebas dan kenakalan remaja.

D. Bentuk-bentuk Pergaulan Bebas

Remaja yang terjerumus ke pergaulan bebas karena ketidak mampuan remaja dalam memanfaatkan waktu luang dan tidak dapat mengendalikan diri terhadap dorongan meniru dan kurangnya pengetahuan tentang agama. Remaja yang terjerumus ke pergaulan bebas mempunyai perilaku seperti melakukan hubungan seks di luar nikah, minum-minuman keras, ataupun berjudi. Diantara bentuk-bentuk Pergaulan Bebas diantaranya adalah :
1) Kumpul kebo yaitu pergaulan yang menjerumus ke arah seksual antara jenis kelamin yang berbeda tanpa adanya ikatan perkawinan atau hidup bersama sebelum menikah.
2) Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan sehingga mudah menimbulkan tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab atau amoral dan asosial.
3) Ikut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomi maupun tujuan lain.
4) Keluyuran pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, akan menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
5) Pelecahan seksual (sexual harassment) berarti perilaku yang menyangkut pernyataan seksual. Berbentuk komentar-komentar, gerakan isyarat hingga kontak fisik yang dilakukan dengan sengaja dan berulang-ulang yang tidak bisa diterima oleh penderita. Ragam tindakan pelecehan ini dapat berupa siulan nakal, gurauan dan olok-olokan seks, pernyataan mengenai tubuh atau penampilan fisik, nyolek atau mencubit, memandang tubuh dari atas hingga bawah, memegang tangan, meletakkan tangan di atas paha, mencuri cium, memperlihatkan gambar porno ataupun mencoba memperkosa.
6) Pacaran yang bukan sekedar berkumpul untuk belajar, akan tetapi ada unsur rasa senang dan perasaan bergelora dengan disertai peracikan bunga api cinta.

E. Konsep diri Positif, Benteng Pertahanan Remaja
Ciri khas individu yang berkonsep diri positif adalah pengetahuan tentang dirinya sendiri yang luas dan bervariasi, harapan-harapan yang realistik dan harga diri yang tinggi. Individu yang berkonsep diri positif juga mempunyai pengetahuan yang seksama tentang dirinya sendiri dan ini menjadikan individu mempunyai penerimaan diri.
Remaja yang berkonsep diri positif menetapkan tujuan-tujuannya secara masuk akal. Dia dapat mengukur kemampuannya secara objektif dalam meraih tujuan yang hendak dicapainya. Remaja berkonsep diri positif mempunyai kemampuan mentalnya, hal ini menyebabkan evaluasi remaja terhadap dirinya sendiri sebagaimana adanya.
Individu yang berkonsep diri positif akan mampu untuk bertindak mandiri, mampu bertanggung jawab, merasa bangga akan prestasi yang dicapainya dan mampu mempengaruhi orang lain.


Artinya: Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang sholeh. (Al-Maaidah:93)

Hamachek dalam Catur Budi Siswantik memberikan karakteristik individu yang memiliki konsep diri positif antara lain :
a) Ia meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat.
b) Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak setuju dengan tindakannya.
c) Tidak menghabiskan waktu untuk hal yang tidak perlu.
d) Merasa sama dengan orang lain.
e) Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalannya.
f) Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain.
g) Dapat menerima pujian tanpa pura-pura rendah hati.
h) Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
i) Sanggup mengaku pada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan.
j) Mampu menikmati dirinya secara utuh, dalam berbagai kegiatan meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan atau sekedar mengisi waktu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri positif akan membawa kepribadian yang mantap, penerimaan diri sebagai seseorang yang sama berharga dengan orang lain, memberi kepuasan dalam kehidupannya dengan dunia sekitarnya tanpa harus menimbulkan gangguan mentalnya.

BAB IV
PENUTUP
Saran
1. Bagi remaja
Dengan adanya konsep diri yang sedang ataupun rendah diharapkan pada remaja untuk lebih meningkatkan konsep dirinya agar sikap terhadap pergaulan bebas menjadi lebih rendah. Remaja diharapkan selalu berfikir positif, menerima segala kekurangannya.

2. Orang tua
Orang tua diharapkan dapat ikut lebih meningkatkan pengawasan terhadap anaknya supaya konsep diri remaja menjadi lebih baik dan pergaulan bebas remaja menjadi lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA



Catur budi Siswantik, Hubungan Antara Konsep Diri dan Anomie Dengan Pergaulan Bebas Pada Mahasiswa Kos, Skripsi, tidak diterbitkan, Solo: Fakultas Psikologi, UMS,2000.

T.M Hasbi Assidiqi dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah atau Pentafsir Al-Qur’an, 1971.

Wahyu Srihananto, Pengaruh Pergaulan Bebas Terhadap Perilaku Seksual di Kalangan Remaja, Makalah, tidak diterbitkan, Solo: Fakultas Psikologi UMS, 2001.

Senin, 21 November 2011

Media Alat Dakwah

A. PENDAHULUAN

Media / alat dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada orang yang diajak ( mad'u)
Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai media. Hamzah Ya'qub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu lisan, tulisan, lukisan, audio visual, dan akhlak.
1. lisan, inilah wasilah dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan wailah ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya.
2. Tulisan, buku majalah, surat kabar, suart menyurat ( korespondensi ), spanduk, Flash card, dan sebaginya.
3. lukisan, gambar, karikatur, dan sebaginya.
4. Audio visual, yaitu alat dakwah yang merangsang indra pendengaran atau penglihatan dan kedua-duanya, televise, film, slide, ohap, internet, dan sebagainya.
5. Akhlak, yaitu perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran islam dapat dinikmati serta didengarkan mad'u.

Pada dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah yang dapat merangsang indra-indra manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk menerima dakwah. Semakin tepat dan efektif wasilah yang dipakai semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran Islam pada masyarakat yang menjdi sasaran dakwah.
Media telah meningkat intensitas, kecepatan, dan jangkauan komunikasi dilakuakn umat manusia begitu luas sebelum adanya media massa seperti pers, radio, televise, internet dan sebagainya. Bahkan dapat dikatakan alat-alat trsebut telah melekat tak terpisahkan dengan kehidupan manusia di abad ini.
Dari segi pesan penyampaian dakwah di bagi tiga golongan yaitu:
a. The Spoken Words ( yang berbentuk ucapan )
Yang termasuk kategori ini ialah alat yang dapat mengeluarkan bunyi. Karena dapat di tangkap oleh telinga, disebut juga dengan the audial media yang bisa dipergunakan sehari-hari sperti telepon, radio, dan sejenisnya termasuk dalam bentuk ini.
b. The Printed Writing ( yang berbentuk tulisan )
Yang termasuk di dalamnya adalah barang-barang tercetak, gambar-gambar tercetak, lukisan-lukisan, buku, surat kabar, majalah, brosut, pamphlet, dan sebagainya.
c. The Audio Visual ( yang berbentuk gambar hidup )
Yang merupakan penggabungan dari golongan di atas, yang termasuk ini adalah film, televise, video, dan sebaginya.
Di samping penggolongan diatas, wasilah dakwah dari segi sifatnya juga dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Media tradisional, yaitu berbagai macam seni pertunjuikan yang secara tradisional dipentaskan di depan umum ( khalayak ) terutama sebagai sarana hiburan yang memiiki sifat komunikatif, seperti ludruk, wayang, drama, dan sebagainya.
2. Media modern, yang diistilahkan juga dengan " media elektronik" yaitu media yang dilahirkan teknologi. Yamg termasuk media modern ini antara lain televise, radio, pers, dan sebagainya.

B. PEMBAHASAN
Melihat kenyataan budaya bangsa Indonesia yang memiliki beraneka ragam media tradisional, maka dapat dipahami mengapa para Wali Songo menggunakan media ini sebagai media dakwah dan ternyata pilihan media yang di gunakan Wali Songo tersebut menghasilakan masyarakat Muslim yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia.
Media tradisional berupa berbagai macam seni pertunjuan, yang secara tradisional dipentaskan di depan khalayak terutama sebagai sarana hiburan memiliki sifat komunikatif dan ternyata mudah di pakai sebagai wasilah dakwah yang efektif.
Ada lebih dari 500 macam media tradisonal diseluruh Indonesia sebagai pertunjukan rakyat, namun tidak semua media tersebut dapat dipergunakan sebagai wasilah dakwah. Untuk pemilihan media tradisional sebagai wasilah dakwah, harus dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Aspek efektivitas komunikasinya.
b. Aspek ksesuaiannya dengan masyarakat setempat.
c. Aspek legalitas dari sudut pandang ajaran Islam.
Dalam abad informasi sekarang ini, dakwah tidak bisa tidak semaksimal mungkin menggunakan media massa modern seperti: Radio, TV, Film, Pers, Internet, dan sebagainya. Tak ada yang dapat membantah kemampuan media massa ini dalam suatu penyebaran agama.
Media massa yang mutlak harus dipergunakan dalam pelaksanaan dakwah Islam, yang memiliki efektivitas yang tinggi antara lain:
1. Pers ( Surat kabar )
Wasilah dakwah ini amat besar manfaatnya, sebab ia termasuk dari beberapa media massa pembentuk opini masyarakat ia hampir bisa di sebut sebagai " makanan pokok" masyarakat mendambakan informasi dan selalu dapat mengikuti perkembangan dunia. Dakwah melalui wasilah ini dapat berbentuk berita-berita Islam, penulisan artikel-artikel Islam, dan sebagainya.
Efektivitas wasilah ini dikemukakan oleh :Lazarfeld Dodo dan Breslon, mengatakan bahkan kelebihan-kelebihan dari media massa ini adalah:
a. The Readerd Control the Exposer
Medium ini memberikan kesempatan untuk memilih materi-materi yang sesuai dengan kemampuannya dan kepentingannya. Bahkan pembaca lebih lanjut dapat membacanya setiap kali dia ingin dan kapan ia ingin berhenti membcanya. Juga dapat membuat resume jika ia perlu.
b. Exposer may be and often be repeated
selanjutnyna medium yang diwakili oleh pers ini tidaklah terikat oleh suatu waktu dalam mencapai khalayaknya. Bahkan mereka secara bebas dapat melihat kembali material yang telah dibacanya untuk mengingatkannya, atau meningatkan ingatannya. Atau dengan kata lian pembaca dapat tetap menyegarkan ingatannya, dan dapat menikmati suatu kepuasan yang pernah dinikmati sebelumnya. Maka ia dapat menimbulkan efek berganda yang bertumpu pada akumulative effect. Hal ini dapat dijumpai pada medium-medium yang lain.
c. Tretment may be fuller.
Medium yang berbentuk tulisan ini juga dapat mengembangkan suatu topik yang diinginkan. Maksudnya topic yang ada dapat dikembangkan dengan melalui medium yang lain misalnya radio, film, dan televisi.
d. Specialized appearance is posibble
Medium ini selanjutnya hidup dan berkembang dalam keadaan yang tidak di ikat oleh standar tertentu dalam hal content keseluruhan disbanding dengan medium-medium yang lainnya. Ia memiliki kelebihan lebih luas dan kebebasan gaya yang lebuih besar dalam memenuhi selera pembaca. Demikian juga materi yang bagaimanapun juga keadannya dapat lebih lancar disalurkan pada pemabaca melalui cetakan, dibandingkan melalui film.
e. Possible Greaater Presrige
Akhirnya medium yang dapat di tangkap oleh mata ini, dapat memiliki prestise yang tinggi, justru karena dalam pembentukan prestise yang bersifat khusus, dapat membentuk aplikasi khsus, berdasarkan kepada kebiasaan pembaca yang didalamnya trcakup perhatian dan kesenangan untuk membaca. Dan dasar ini pula maka seorang akan sangat mudah dipengaruhi oleh bacaannya.
2. Radio
Kelebihan-kelebihan media radio sebagai wasilah dakwah adalah:
a. Bersifat langsung
Untuk mencaapaikan dakwah melalui radio, tidak harus melalui proses yang kompleks sebagaimana penyampaian materi dakwah melalui pers, majalah umpamanya. Dengan mempersiapkan secarik kertas, da'i dapat secara langsung menyampaikan dakwah di depan mikrofon.
b. Siaran radio tidak mengenal jarak dan rintangan
Factor lain yang menyebabkan radio dianggap memiliki kekuasaan ialah bahwa radio tidak mengenal jarak dan rintangan selain waktu, ruang pun bagi radio siaaran tidak merupakan masalah, bagaimanapun jauhnya sasaran yang dituju. Daerah –daerah terpencil yang sulit dijangkau dakwah dengan media lain dapat diatasi dengan wasilah radio ini.
c. Radio siaran mempunyai daya tarik yang kuat
Faktor lain yang menyebabkan radio memiliki kekuasaan adalah daya tarik yang kuat yang dimilikinya. Daya tarik ini ialah disebabkan sifatnya yang serba hidup berkat tiga unsur yang ada padanya, yakni: musik, kata-kata, dan efek suara.
d. Biaya yang relative murah
Di banyak Negara didunia ketiga Asia, Afrika, dan Amerika latin, radio umumnya telah menjadi media utama yang dimiliki setiap penduduk, baik yang kaya maupun yang miskin. Bedanya, Cuma kecanggihan dari radiio itu sendiri.
e. Mampu menjangkau tempat-tempat terpencil
Di beberapa Negara, radio bahkan merupakan satu-asatunya alat komunikasi yang efektif untuk menghubungi tempat-tempat terpencil.
f. Tidak terhambat oleh kemampuan baca dan tulis
Di samping keuntungaan-keuntungan diatas radio juga memiliiki keuntungan yang lain. Siaran radio tidak terhambat oleh kemampuan baca dan tulis khalayak. Di beberapa Negara Asia tingkat kemampuan baca dan tulis populasinya lebih dari 60%. Jutaan orang tersebut tidak disentuh oleh media massa lain kecuali bahasa radio dalam bahasa mereka.
3. Film
Kalau pers bersifat visual semata dan radio bersifat audio visual semata, maka film dapat dijadikan media dakwah dengan kelebihan sebagai audio visual. Keunikan film sebagai wasilah dakwah ini antara lain:
- Secara psikologis, penyguhan seacara hidup dan tampak yang dapat berlanjut dengan animation memiliki kecendrungan yang unik dalam keunggulan daya efektifnya terhadap penonton. Banyak hal yang abstrak, dan samar-samar dan sulit ditrangkan dapat disuguhkan kepada khalayak lebih baik dan efesien oleh wasilah ini.
- Bahwa media film yang menyuguhkan pesan yang hidup dapat mengurangi keraguan aapa yang disuguhkan, lebih mudah diingat dan mengurangi kelupaan.
- Khusus bagi khalayak anak-anak, sementara kalangan dewasa cenderung menerima secara bulat tanpa lebih banyak mengajukan pertanyaan terhadap seluruh kenyataan situasi yang disuguhkan oleh film.
Film yang dapat mengambil emosi penonton ini memang amat mengesankan seperti filam tentang "The Massage" yang pernah di tanyangkan seolah-olah menghidupkan kembali kenangan sejarah Islam dengan lebih hidup dan segar, yang wasilah dakwah lainnya tidak mampu melakukannya.
Di sampan itu, dalam perkembangan sekarang pengajaran shalat dan manasik haji, serta ibadah-ibadah praksis lainnya akan dapat lebih mudah diajarkan SD dan video. Sisi kekurangan dakwah melalui ini adalah memerlukan biaya yang tidak sedikit.
4. Televisi
Sebagaimana film, media TV ini juga merupakan media yang bersifat audiovisual, artinya bisa didengar sekaligus bisa dilihat. Televisi kebanyakan masyarakat Indonesia dijadikan arena hiburan dan sumber informasi utama. Di beerapa daerah terutama di Indonesia masyarakat banyak menghabiskan waktunya untuk melihat televisi. Kalau dakwah Islam dapat memanfaatkan media ini dengan efektif, makna secara otomatis jangkauan dakwah akan lebih luas dan kesan kagamaan yang ditimbulkan akan lebih mendalam.
Sesungguhnya televisi ini adalah merupakan penggabungan antara radio dan film, sebab media ini dapat meneruskan pristiwa dalam bentuk gambar hidup dengan suara bahkan dengan warna, ktika peristiwa itu berlangsung, oleh karena itu kekurangan dalam film mengenai aktualitasnya dapat di tutupi.
Pendek kata kunikan-keunikan pada radio dan film, mengumpul seluruhnya dalam televisi dan sebaliknya kekurangan-kekurangan pada radio dan film, pada televisi sudah tidak dijumpai. Kecuali kelebihan-kelebihan yang terdapat dalam surat kabar, atau barang cetak lannya, kita tidajk dapat jumpai dalam televise ini.
Saat ini tidak ada satu detik pun yang lewat tanpa tayangan televisi, baik nasiomal dan internasional dengan bebagai alat-alat komunikasi yang canggih, dan tidak ada satu wilayah pun yang bisa dikaver dengan ini. Sampai-sampai alat ini telah mengubah duniaq yuang luas ini menjadi dusun besar ( global village ). Namun umat Islam terutama di Negara kita belum maksimal untuk memanfaatkan wasilah ini karena terbentur oleh high cost yang harus di invertasikan.
5. Internet
internet berasal dari kepanjangan International Connection Networking. International berarti global atau seluruh dunia, Connection berarti hubungan komunikasi, Networking berarti jaringan. Dengan demikian, Internet adalah "suatu system jaringan komunikasi yang terselubung di seluruh dunia".
Sebuah fenomena di mana saat ini kita memasuki suatu abad komunikasi canggih dimana manusia modern di tuntut untuk lebih kreatif dalam memanfaatkan ilmu dan teknologi bagi kehidupannya. Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin canggih mmbawa kemajuan dalam berbagai bidang. Saat ini tidak ada lagi pelosok dunia yang tidak lagi terjanngkau dan luput dari kecanggihan komunikasi. Seluruh dunia menjadi tembus pandang membuka diri dan siap untuk berubah. Proses penyampaian hasil teknologi komunikasi canggih merupakan kejadian atau perubahan besar yang tidak mmberikan kemungkinan kepada semua Negara untuk menolaknya. Dengan kecanggihan teknologi komunikasi seolah-olah tidak saling terpisah lagi, bagi dunia yang satu terkait dengan dunia lainnya. Disamping itu, perkembangan dalam bidang komnikasi telah memperpendek jarak antar wilayah. Dan salah satu kecanggihan komunikasi tesebut yang saat ini lagi tren adalah apa yang dinamakan internet.
Dan saat ini perkembangan internet mulai merambah dan menempatkan posisi yang kuat di deretan media massa yang lebiih dulu ada. Ketika internet mulai dikenal masyarakat sepuluh tahun yang lalu, sudah dapat diramalkan bahwa media ini akan menjadi sangat populer dikemudian hari. Hal itu pun terlihat ketika perangkat-perangkat komputer baik hardware maupun software terus berkembang, terus disempurnakan tiap menit di computer, sejauh ini pulasambutan masyarakat sanagt antusiasdalam pasaran.
Menanggapi hal tersebut Ziauddin Sardar menyatakan bahwa, " informasi kini dengan cepat menjadi komoditi primer dan sumber kekuatan". Sementara itu Parid Gaban berkkomentar bahwa kehadiran internet sebagai hasil teknologi memang telah membawa revolusi informasi, melalui jaringan ini arus komunikasi mengalir begitu pesatnya merobek-robek batas sebuah wilayah negara. Seluruh pengakses internet yang terdiri dari berbagai bangsa yang multikuktural berkomunikasi dan bertukar informasi sehingga tidak adanya sebuah batas negara (borderless). Jarinigan dunia ini melibatkan hampir separuh penduduk dunia, dimana kian berkembangnya pemakaian internet yang ditandai dengan meledaknya pengguna (user) internet.
Seharusnya dengan media ini dakwah dapat memainkan peranannya dalam menyebarkan informasi tentang Islam keseluruh penjuru, dengan keluasan akses yang dimilikinya yaitu tanpa adanya batasan wilayah, kultural, dan lainnya. Menyingkapi fenomena ini Nurcholish Madjid mengatakan " pemanfaatan internet memegang peranan amat penting, maka umat Islam tidak perlu menghindari internet, sebab bila internet tidak dimanfaatkan dengan baik, maka umat Islam sendiri yang akan rugi. Karena selain bermanfaat untuk dakwah, internet juga menyediakan informasi dan data yang kesemuanya memudahkan umat untuk berkerja.
Begitu besarnya potensi dan efisiennya yang dimiliki oleh jaringan intrnet dalam membentuk jaringan dan pemanfaatan dakwah, maka dakwah dapat dilakukan dengan membuat jaringan-jaringan informasi tentang Islam atau yang sering disebut dengan cybermuslim, atau cyberdakwah. Masing-masing cyber tersebut menyajikan dan menawarkan informasi Islam dengan berbagai fasilitas dan metode yang beragam variasinya.
Dari uraian tentang wasilah diatas tampak dengan jelas begitu besar pengaruh emosi dan perilaku keagamaan yang ditimbulkan oleh media massa tersebut diatas, akan tetapi kesadaran untuk memiliki dan menggunakannya apalagi medi-media tersebut (sebagai produser) dikalangan umat Islam masih rendah. Umat islam masih puas dengan dakwah yang berbentuk ceramah agama dihadapan langsung kelompok agama yang tentunya amat sempit jangkauannya. Jika lau umat Islam tidak memanfaatkan media-media tersebut dizaman modern dunia dan globalisasi yang ditandai dengan kecanggihan komunikasi, maka dakwah Islam akan semakin terasing dari umat manusia dan teruluing oleh persaingan ideologi dengan agama-agama besar lainnya.

C. KESIMPULAN

Media / alat dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada orang yang diajak.
Media massa yang mutlak harus dipergunakan dalam pelaksanaan dakwah Islam, yang memiliki efektivitas yang tinggi adalah :
1.Pers ( Surat kabar ),
2. radio,
3. film,
4. televisi, dan
5. internet.
Demikianlah media-media yang bisa digunakan untuk berdakwah, sebagai umat islam haruslah memahami alat-alat tersebut, sehingga dakwah Islam akan semakin terasing dari umat manusia dan teruluing oleh persaingan ideologi dengan agama-agama besar lainnya.





.MEDIA / ALAT DAKWAH
Tugas Makalah ini untuk memenuhi
Mata kuliah ILMU DAKWAH
Hasan Basri Mag Dosen pengampu:












Disusun oleh:
Nama : Bukhori
Nim : 903300509


Prodi Tafsir Hadits Jurusan Ushulludin
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM [STAIN]
KEDIRI 2010

Fana', baqa' dan ittihad

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dikalangan sufi, Abu Yazid al-Bustami adalah orang pertama yang mencetuskan konsep al-fana’, al-baqa’ dan al-hulul. Karena untuk memasuki alam tasawuf yang disebut dengan ittihad harus terlebih dahulu melewati tangga itu. Selama belum dapat mencapai ityu, maka tidak akan bisa menyatu dengan Tuahn. Konsep fana’ merupakan tahapan awal yang berarti meleburkan diri. Kalau seorang sufi ingin mencapai tingkat ittihad, maka tahapan al-fana’ ini merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan oleh seorang Sufi. Segolongan penganut tasawuf menyebutkanm bahwa tujuan utama yang menjadi inti ajaran tasawuf adalahs ampai pada zat al-Haqq dan bahkan bersatu dengan Tuhan. Jad semua aktifitas ketasawufan langsung atau tidak langsung pasti berkaitan dengan penghayatan fana’ dan ma’rifat pada zat Allah. Jadi ma’rifat itu bukan tanggapan atau pengalaman kejiwaan, yakni suatu tanggapan atau pengalaman kejiwaan sewaktu mengalami fana’. Dengan sampainya seseorang sufi ketingkat ma’rifat, ia pada \hakikatnya telah dekat benar dengan Tuhan, sehingga akhirnya ia bersatu dengan Tuhan yang disebut dengan istilah ittihad. Tetapi sebelum seroang sufi bersatu dengan Tuhan, ia harus terlebih dahulu menghancurkan dirinya, dalam tasawuf disebut dengan istilah fana’.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fana’, baqa’ dan ittihad?
2. Bagaimana pandangan al-Qur’an tentang fana’, baqa’ dan ittihad?
3. Bagaimana pemikiran Abu Yazid al-Bustami tentang fana’, baqa’ dan ittihad?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fana’ dan Baqa’
Fana’ berasal dari kata Fana-yafna-fana’ yang berarti hilang, hancur. Yang dimaksud dengan al-fana’ ialah penghancuran perasaan atau kesadaran seseorang tentang dirinya dan tentang makhluk lain di sekitarnya. Sebenarnya dirinya tetap ada dan demikian juga makhluk lain tetap ada, tetapi ia tidak sadar lagi tentang wujud mereka, bahkan juga tentang wujud dirinya sendiri. Disini pulalah tercapainya al-ittihad. Sedangkan al-baqa’ berarti tetap, terus hidup, merupakan kelanjutan wujud yang merupakan satu mata rantai dengan al-fana’ yang senantiasa diikuti oleh al-baqa’, hak ini dapat dilihat dari faham-faham sufi: “Para sufi mensaratkan dengan kata al-fana sebagai hilangnya sifat-sifat tercela dan kata al-baqa adalah terbitnya sifat-sifat terpuji”.

B. Ajaran Sufi tentang Fana’ dan Baqa’
Bagi sufi, fana’ adalah tidak dikenalinya sifat-sifat seseorang oleh yang bersangkutan sendiri. Dan baqa’ adalah pengenalan hal serupa dengan sifat Tuhan. Di dalam al-fana’ seseorang tidak memiliki kesadaran tentang dirinya, artinya bagi dirinya sendiri yang bersangkutan tidak merasa ada, tetapi ia hanya menyadari sekedar sebagai yang mewujudkan, yang diwujudkan dan perwujudan. Dalam fana’, “Pada awalnya lenyap kesadaran akan diri dan sifat-sifat pribadinya lantaran telah menghayati sifat-sifat Allah, lalu lenyapnya kesadaran akan penghayatan terhadap sifat-sifat Allah, lantaran telah mulai menyaksikan keindahan zat Allah, kemudian akhirnya lenyap kesadaran akan ke-fana’-annya itu sendiri lantaran telah merasa lebur menyatu dalam wujud Allah”.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa fana’ itu ada tiga tingkatan yaitu:
a. Perubahan moral, yaitu suatu peralihan moral dari sifat-sifat tercela dengan jalan mengendalikan nafsu-nafsu dengan segala keinginannya.
b. Penghayatan kejiwaan, yaitu lenyapnya kesadaran terhadap segala sesuatu yang ada di alam sekelilingnya baik pikiran, perbuatan dan perasaan, Lantaran kesadaran telah berpusat dengn penghayatan pada Tuhan.
c. Lenyapnya kesadaran dirinya lantaran terhisap kepada kesadaran serba Tuhan, yaitu lenyapnya kesadaran akan keberadaan dirinya,. Puncak tertinggi pada fana’ ini tercapai ketika kesadaran akan ke-fana’-annya itu sendiri telah lenyap.

C. Al-Ittihad
Dengan tercapainya orang pada fana’ dan baqa’ maka sampailah ia kepada al-Ittihad. Al-Ittihad berasal dari kata ittahada-yattahidu-ittihad, yaitu: menyatukan. Dalam bahasa tasawuf ittihad diartikan sebagai suatu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan: suatu tingkatan dimana yang mencintai dan apa yang dicintai telah menjadi satu, Sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata “ya ana” (wahai aku).
Dalam al-ittihad yang dilihat hanya satu wujud. Sebenarnya ada dua wujud yang terpisah dari yang lain, karena yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud, maka dalam ittihad “identitas telah hilang, identitas telah menjadi satu”.
Abu Yasid al-Bustami sebagai tokoh yang memperkenalkan faham al-ittihad (kesatuan antara manusia dengan Tuhan). Abu Yasid dinilai mencapai penghayatan manunggal dengan Tuhan. Hal ini lantaran beliau mengungkapkan syatahat yang menunjukkan bahwa Abu Yasid mengalami atau menghayati hal a-wahdah. Diceritakan, sejak kecil Abu Yasid mempelajari al-Qur’an, ketika sampai pada surah Luqman ayat 14 ia segera minta izin ke gurunya dan ibunya untuk mengembara, Ibunya mengizinkannya dan menjawab “Pergilah nak, dan jadilah kamu milik Allah” setelah itu al-Bustami pergi mengembara untuk berguru dan mengalami kehidupan sufi, ia mengunjungi kurang lebih 113 guru dalam masa 30 tahun. Pada suatu waktu dalam pengembaraannya, setelah shalat Subuh Abu Yasid berkata pada orang-orang yang mengikutinya. Mendengar kata-kata itu, orang-orang yang menyertainya mengatakan bahwa Abu Yasid telah gila. Menurut pandangan sufi, ketika mengucapkan kata-kata itu Abu Yasid sedang berada dalam keadaan Ittihad. Abu Yasid mengatakan “Aku” bukan sebagai gambaran dari diri Abu Yasid, tetapi sebagai gambaran Tuhan karena Abu Yasid telah bersatu dengan diri Tuhan. Dalam kata lain Abu Yasid dalam Ittihad berbicara dengan nama Tuhan, atau lebih tepat lagi Tuhan “berbicara” melalui lidah Abu Yasid. Oleh karena itu ia mengucapkan kata-kata yang kelihatannya mengandung pengakuan bahwa Abu Yasid adalah Tuhan.

D. Para Baqa’ dan Ittihad dalam Pandangan Al-Qur’an
Paham fana’ dan baqa’ yang ditunjukan untuk mencapai ittihad itu dipandang oleh Sufi sebagai sejalan dengan konsep menemui Tuhan. Fana’ dan baqa’ merupakan jalan menuju berjumpa dengan Tuhan. Hal ini sejalan dengan firman Allah yang berbunyi:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (١١٠)
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. Al-kahfi: 110)
Faham ittihad ini juga dapat dipahami dari keadaan ketika Nabi Isa ingin melihat Allah. Musa berkata: “Ya Tuhan, bagaimana supaya aku sampai kepada-Mu”. Tuhan berfirman: Tinggallah dirimu (lenyapkanlah dirimu), baru kamu kemari (bersatu). Ayat dan riwayat tersebut memberikan petunjuk bahwa Allah SWT telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniah dan bathiniyah, yang caranya antara lain dengan beramal shalih dan beribadah semata-mata karena Alllah, menghilangkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan sifa-sifat Allah, yang kesemuannya ini tercakup dalam konsep fana dan baqa’.

E. Pemikiran Abi Yazid al-Bustami tentang Fana’, Baqa’ dan Ittihad
Menurut Ab Yazid, manusia pada hakikatnya seesensi dengan Allah. Dapat bersatu dengan-Nya apabila dia mampu meleburkan eksistensi (keberadaannya). Sebagai suatu pribadi sehingga ia tidak menyadari pribadinya (fana’ an-nafs), adalah hilangnya kesadaran kemanusiaannya dan menyatu kepada irodah Allah.
Fana’nya seseorang dari dirinya dan dari makhluk lain terjadi dengan hilangnya kesadaran tentang dirinya dan tentang makhluk lain. Sebenarnya dirinya tetap ada, dan demikian pula makhluk lain ada, tetapi ia tak sadar lagi pada mereka dan pada dirinya.
Dari pengertian ini terlihat bahwa yang lebur dan fana’ itu adalah kemampuan atau kepekaan menangkap yang bersifat materi dan indrawi sedangkan materi atau jasad manusianya tetap utuh dan sama sekali tidak hancur. Jadi, yang hilang hanyalah kesadaran akan dirinya sebagai manusia. Apabila seroang sufi telah berada dalam keadaan fana’ dalam pengertian tersebut di atas, maka pada saat itu maka ia telah dapat menyatu dengan Tuhan sehingga wujudnya kekal dan baqa’. Di dalam perpaduan itu ia menemukan hakikat-hakikat jati dirinya sebagai manusia yang berasal dari Tuhan itulah yang dimaksud dengan ittihad, paham ini timbul sebagai konsekuensi lanjut dari pendapatnya, bahwa jiwa manusia adalah pancaran dari nur illahi, AKU-nya manusia itu adalah pancaran dari Yang Maha Esa. Barang siapa yang mampu membebaskan diri dari alam lahiriyah, atau mampu meniadakan pribadinya dari kesadaran sebagai insan, maka ia akan meperoleh jalan kembali kepada sumber asalnya. Ia akan menyatu padu dengan tunggal, atau mampu meniadakan pribadina kepada sumber asalnya. Ia akan menyatu padu dengan tunggal, yang dilihat dan dirasakan hanya satu. Keadaan seperti itulah yang disebut ittihad, yang oleh Bayazid disebut tajrid fana attauhid, yaitu perpaduan dengan Tuhan tanpa diantari suatu apapun.
Tapi ciri yang mendominasi kefana’an Abu Yazid adalah sinarnya kepada segala sesuatu yang selain Allah dari pandangannya, dimana seorang sufi tidak lagi menyaksikan kecuali hakikat yang satu, yaitu Allah. Bahkan dia tidak lagi menyaksikan karena dirinya terlebur dengan dia, yang disaksikannya. Inilah yang diungkapkannya dengan “pengabaian aturan-aturannya sendiri, kefana’an identitas dan keghaiban bekas-bekas”. Dan pada keadaan inilah terjadinya penyatuan dengan Yang Maha Benar.
Berbicara ana’ dan baqa’ ini erat akitannya ak-ittihad, yakni penyatuan batin rohaniah dengan Tuhan, karena tujuan dari fana’ dan baqa’ itu sendiri adalah ittihad itu. Hal yang demikian sejalan dengan pendapat Mustafa Zuhri yang mengatakan bahwa faa’ dan baqa’ tidak dapat dipisahkan dengan membicarakan dengan paham ittihad. Dalam ajaran ittihad sebagai salah satu metode tasawuf. Sebagai dikatakan oleh al-Badawi, yang dilihat hanya satu wujud sungguhpun sebenarnya yang ada ada dua wujud yang terpisah dari yang lain. Karena yang dilihat dan yang dirasakan hanya satu wujud, maka dalam ittihad ini bisa terjadi pertukaran peranan antara yang mencintai (manusia) dengan yang dicintai (Tuhan) atau tegasnya antara sufi dan Tuhan. Dalam situasi ijtihad yang demikian itu, seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, saat suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicipta telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka, dapat memanggil yang satu.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pokok-pokok ajaran Tasawufnya adalah fana berasal dari kata fabiya yang berarti musnah atau lenyap. Dalam istilah tasawuf, fana adakalanya diartikan sebagai keadaan moral yang luhur. Sedangkan baqa’ berasal dari kata baqiya. Arti dari sgi bahasa adalah tetap. Sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Sedangkan ittihad adalah tahapan selanjutnya yang dialami seorang sufi setelah ia menempuh tahapan fana’ dan baqa’.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Khalik, Abdurrahman. Penyimpangan-Penyimpangan Tasawuf. Jakarta: Robbani Press, t.t.

Ibrahimm Gazur Illahi. Mengungkap Misteri Sufi Besar al-Halaj dan al-Haq, Terj. Jakarta: Rajawali Press, 1986.

Dinasti Bani Umayah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah runtuhnya kekhalifahan Khulafaur Rosyidin yang terakhir yaitu Khalifah Ali ibn Abi Thalib, gunernur Syam yaitu Muawiyah ibn Abi Sufyan tampil dan membentuk suatu dinasti pemerintahan Islam yang baru yaitu Daulah Bani Umayyah. Muawiyah membentuk system pemerintahan monarchi absolute yang merupakan hal baru bagi dunia Arab.
Walaupun bisa berkuasanya Muawiyah tidak lepas dari ulahnya yang memimpin Bani Umayyah yang memberontak pada Khalifah Ali dalam peristiwa arbitrase di Shiffin, tetapi kemajuan yang dapat dicapainya ketika berkuasa dirasa pantas untuk tidak dilupakan begitu saja karena jelas pada masa kekhalifahan Bani Umayyah bukti-bukti peninggalanya mengatakan bahwa Islam pernah benar-benar makmur.
Makalah ini disusun untuk mengungkapkan sejarah, perkembangn-perkembangn yang telah dicapai pada masa Daulah Umayyah, dan kehancurannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Daulah Bani Umayyah?
2. Apa saja perkembangan-perkembangn yang berhasil dicapai?
3. Bagaimana proses kehancuran Daulah Bani Umayyah?









BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Daulah Bani Umayyah

Sepeninggal Ali ibn Abi Thalib, gubernur Syam tampil sebagai peguasa islam yang kuat. Masa kekuasaannya merupakan awal kedaulatan Bani Umayyah. Mu’awiyah ibn Abu Sufyan ibn Harb adalah pembangun dinasti Umayyah dan sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia memindahkan Ibu Kota kekuasaan Islam dari Kuffah ke Damascus.
Memasuki masa kekuasaan Mu’awiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayah , pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis ( kerajaan turun temurun ). Kekhalifahan Mu’awiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan dan suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Mu’awiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anakny, Yazid. Mu’awiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun, dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebut “Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang di angkat oleh Allah.
Dengan dinobatkannya Mu’awiyah menjadi kholifah, telah dimulai babak baru perpolitikan Islam. Mu’awiyah sebagai keturunan aristocrat Makkah yang menguasai bidang politik, ekonomi dan militer sebelum masuknya mereka ke dalam Islam, berusaha mengembalikan kekuasaan mereka. Masuknya mereka dari kuturunan Abd Sysam termasuk Mu’awiyah dan ayahnya, Abi Sufyan ketika terjadi Fathu Makkah telah menghilangkan otoritas dan kehormatan yang telah lama disandang mereka, dan menjadikan mereka sejajar dengan umat Islam lainnya. Maka saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengembalikan otoritas keluarganya yang hilang saat kedatangan Islan, dengan membangun dinasti menguasai seluruh masyarakat Islam.
Keberhasilan Mu’awiyah mendirikan Bani Umayyah bukan hanya akibat dari kemenangan diplomasi da Siffin dan terbunuhnya khalifah Ali saja, dari sejak semula Gubernur Suriah itu memiliki “basis rasional” yang solid bagi landasan politiknya di masa depan. Pertama adalah berupa dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Kedua, sebagai seorang administrator, Mu’awiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Tiga orang patutlah mendapat perhatian khusus, yaitu ‘Amr bin ‘Ash, Mughirah ibnu Syu’bah dan Ziyad ibnu Abihi. Ketiga pembantu ini dengan Mu’awiyah merupakan empat politikus yang sangat mengagumkan di kalangan Muslim Arab. Ketiga, Mu’awiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm” sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Makkah pada zaman dulu. Seorang manusia hilm seperti Mu’awiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.
Ekspansi yamg terhenti pada masa khalifah Utsman dan Ali di lanjutkan kembali oleh Dinasti ini. Di zaman Mu’awiyah, Tunisia dapat di taklukkan. Di sebelah timur, Mu’awiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Mu’awiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik. Dia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil Balkh, Bukhara, Khawariz, Ferghana, dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid ibnu Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. setelah Al-Jazair dan Marokko dapat di taklukkan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan Benua Eropa, dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan Toledo yang dijadikan Ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibn Abd Al-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini di pimpin oleh Abd Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Al-Ghafiqi terbunuh dan tentaranya mundur kembali ke S[anyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada Zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspensi ke beberapa daerah, baik di Timur naupun Barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.

B. Kebijakan-Kebijakan

Kebijakan politik yang di ambil Mu’awiyah dalam menjalankan tugas kekhalifahan setelah di baiat di Kuffah adalah dengan memperkuat barisan militer dilaksanakan karena memperkuat basis dan kekuatan dinasti Umayyah ada pada militer yang digunakan untuk mempertahankan kedaulatan Negara dan berbagai gerakan, baik itu kaum oposan dan pemberontak maupun serangan dari Romawi, Bizantium, dan juga digunakan untuk melakukan ekspansi memperluas wilayah dan meningkatkan pendapatan Negara. Kebijakan militer ini diikuti dengan tetap mempertahankan faktor bangsa Arab sebagai kekuatan militer bahkan setiap kepala suku Arab mendapatkan jabatan sebagai panglima perang, dan kemudian mereka dimanfaatkan untuk melakukan sejumlah penaklukan di wilayah Afrika Utara sampai ke Spanyol dan Iran Timur. Dalam hal memperluas kekuasaan administrasi negara terkait dengan kebijakan politik dan keuangan serta pendapatan negara diambil dari nilai-nilai Arab yaitu konsiliasi, konsultasi, kedermawanan dan penghormatan terhadap bentuk tradisi kesukuan Arab. Sedangkan dalam masalah legalitas kekhalifahan, dinasti Umayyah mempertegas kembali keberadaannya sebagai penerus kekhalifahan terdahulu. Penegasan ini didasari oleh sunnah yang berlaku bahwa kepemimpinan dalam harus dari Arab Quraisy, bahkan membangun sebuah interpretasi lanjutan bahwa khalifah adalah jabatan dari Allah. Prinsip-prinsip inilah yang memperkuat keberadaan dinasti Umayyah sepanjang 90 tahun meskipun disana sini banyak timbul pemberontakan terhadap penguasa dinasti ini.

C. Para Khalifah Bani Umayyah


Dinasti Umayyah berkuasa hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 khalifah. Dimulai oleh Mu’awiyah ibn Abi Sufyan dan ditutup oleh Marwan ibn Muhammad. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa didalam berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada juga khalifah yang tidak patut dan lemah. Adapun urutan-urutan Khalifah Umayyah adalah sebagai berikut:
41 H/ 661 M - Mu’awiyah I ( ibn Abi Sufyan )
60 H/ 680 M - Yazid I ( ibn Mu’awiyah )
64 H/ 684 M - Mu’wiyah II ( ibn Yazid )
64 H/ 684 M - Marwan I ( ibn Hakam )
65 H/ 685 M - Abdul malik ibn Marwan
86 H/ 705 M - Al-Walid I ( ibn Abdul Malik )
96 H/ 715 M - Sulayman ibn Abdul Malik
99 H/ 717 M - Umar ibn Abdul Aziz
101 H/ 720 M - Yazid II ( ibn Abdul Malik )
105 H/ 724 M - Hisyam ibnu Abdul Malik
125 H/ 743 M - Al-Walid II ( ibn Yazin II )
126 H/ 744 M – Ibrahim ibn al-Walid II
127-132 H/ 744-750 M Marwan II ( ibn Muhammad )
Empat orang khalifah memegang kekuasaan selama 70 tahun, yaitu Mu’awiyah, Abdul Malik, al-Walid I dan Hisyam. Sedangkan sepuluh khalifah sisanya hanya memerintah dalam jangka waktu 20 tahun saja. Para pencatat sejarah umumnya sependapat bahwa khalifah-khalifah terbesar mereka ialah: Mu’awiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.

D. Perkembangan – Perkembangan Daulah Bani Umayyah

1. Organisasi Negara
Organisas Negara pada masa Daulah Bani Umayyah masih sama seperti pada masa permulaan Islam yaitu terdiri dari lima badan:
a. An- Nidhamul Siyasy ( organisasi politik )
b. An- Nidhamul Idary ( organisasi tata usaha negara )
c. An – Nidhamul Maly ( organisasi keuangan )
d. An- Nidhamul Harby ( organisasi pertahanan )
e. An – Nidhamul Qadhaai ( organisasi kehakiman )

a. An-Nidhamul Siyasy (Organisasi Politik)
Dalam bidang organisasi politik ini telah mengalami beberapa perubahan disbanding dengan permulaan Islam. Perubahan itu terutama terjadi pada beberapa hal sebagai berikut:
1. Khilafah
Perebutan kekuasaan oleh Muawiyah ibn Abi Sufyan telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam peraturan syuro (musyawrah) yang menjadi dasar pemilihan Khulafaaur Rasyidin. Maka dari itu, jabatan khalifah beralih ke tangan raja satu keluarga, yang memerintah dengan kekuatan pedang, politik, dan diplomasi.
2. Al-Kitabah
Seperti halnya pada masa permulaan Islam, dalam masa daulah Bani Umayyah dibentuk semacam Dewan Sekretaris Negara (Diwanul Kitabah) untuk mengurus berbagai urusan pemerintahan. Karena dalam masa ini urusan pemerintahan menjadi lebih banyak, maka ditetapkan lima orang sekretaris, yaitu:
a. Katib ar-Rasaail (Sekretaris Urusan Persuratan)
b. Katib al-Kharraj (Sekretaris Urusan Pajak/ Keuangan)
c. Katib al-Jundi (Sekretaris Urusan Ketentaraan)
d. Katib as-Syurthah (Sekretaris Urusan Kepolisian)
e. Katib al-Qadhi (Sekretaris Urusan Kehakiman)
Diantara para sekretaris itu yang paling penting adalah Kati bar-Risalah sehingga para khalifah tidak akan memeberi jabatan itu kecuali pada kerabat atau orang- orang tertentu.
Diantara para kuttab yang terkenal selama masa Daulah Umayyah adalah: Zaiyad
bin Abihi (sekretaris Abu Musa al-Asy’ari), Salim (sekretaris Histam bin Abdul Malik), Abdul Hamid (sekretaris Marwan bin Muhammad).
3. Al-Hijabah
Pada masa Daulah Bani Umayyah diadakan jabatan baru yang bernama al-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan khalifah. Mungkin karena khawatir akan terulang lagi peristiwa pembunuhan terhadap Ali dan percobaan pembunuhan terhadap Muawiyah dan Amr ibn Ash, maka diadakan penjagaan yang keras sekali terhadap diri khalifah, sehingga siapapun tidak dapat menghadap sebelum mendapat izin dari pengawal (hujjab).

b. An-Nidhamul Idary (Organisasi Tata Usaha Negara)
Seperti pada masa permulaan Islam, organisasi tata usaha negara sangat sederhana. Pada umumnya di daerah-daerah Islam bekas daerah Romawi dan Persia administrasi Negara dibiarkan seperti yang telah ada, kecuali diadakan perubahan-perubahan kecil.
Untuk mengurus masalah tata usaha pemerintahan, Daulah Umayyah membentuk empat buah Dewan atau kantor pusat yaitu: Diwanul Kharraj, Diwanul Rasaail, Diwanul Musytaghilat al-Mutanawwi’ah, dan Diwanul Khatim yng tugasnya mengurus surat-surat lamaran Raja, menyiarkannya, member stempel, membungkus dengan kain dan dibalutbdengan lilir kemudian di atasnya dicap.

c. An – Nidhamul Maly ( organisasi keuangan / ekonomi )
Sumber uang masuk pada zaman Daulah Umayyah, pada umumnya seperti di zaman permulaan Islam.
Kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara ( al dharaaib ) pada zaman Daulah Umayyah ditambah lagi atas kewajiban di zaman permulaan islam. Kepada penduduk dari negeri – negeri yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak – pajak istimewa. Sikap yang begini, telah menimbulkan perlawanan pada beberapa daerah.
Saluran uang ke luar di zaman Daulah Umayyah pada umumnya sama seperti permulaan islam, yaitu : gaji para pegawai dan tentara, serta biaya tata usaha Negara; pembangunan pertanian, termasuk irigasi dan penggalian terusan – aterusan; ongkos bagi orang – orang hukuman dan tawanan perang; perlengkapan perang; dan hadiah – hadiah kepada para pujangga dan para ulama’.

d. An-Nidhamul Harby (Organisasi Pertahanan)
Organisasi pertahanan pada masa Daulah Umayyah sama seperti pada zaman Khalifah Umar, hanya lebih disempurnakan. Bedanya,kalau pada zaman Khulafaur Rasyidin tentara Islam adalah tentara sukarela , maka pada masa Daulah Umayyah kebanyakan karena paksaan, yang dinamakan Nidhamul Tajnidil Ijbary (seperti undang-undang wajib militer). Organisasi tentara pada masa ini banyak mencontoh organisasi tentara Persi.
Pada masa Khalifah Usman, beliau telah membentik angkatan laut Islam, tetapi sangat ssederhana. Setelah Mu’awaiyah memegang kendali, maka dibangun armada Islam yang kuat dengan tujuan mempertahankan daerah-daerah Islam dari serangan armada Romawi dan untuk memperluas Dakwah Islamiyah. Mu’wiyah membentuk dua armada, yaitu: Armada Musim Dingin dan Armada Musim Panas, sehingga dia bias bertempur dalam segala musim.
Armada laut Syam terdiri dari banyak kapal perang di zaman Mu’awiyah. Laksamana Aqobah bin Amir Fahri menyerang Pulau Rhodos. Pada tahun 53 H Armada Romawi menyerang daerah Islam dan membunuh seorang panglimanya yang bernama Wardan. Hal ini membuka mata kaum Muslimin sehingga para pembesar Islam Mesir bergegas membangun gelangan kapal perang di Pulau Raudhah pada tahun 54 H.
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif dimana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan yang terhenti pada zaman dua Khulafaur Rosyidin yang terakhir. Hanya dalam waktu 90 tahun anyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk dalam kekuasaan Islam yang meliputi Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Suriah, Palestina, separuh daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negara-negara yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan yang termasuk Uni Soviet.

e. An-Nidhamul Qadhaii (Organisasi Kehakiman)
Di zaman Daulah Mu’awiyah kekuasaan pengadilan telah dipisahkan dari kekuasaan politik. Para hakim pada masa Daulah Umayyah adalah manusia pilihan, yang bertaqwa kepada Allah dan melaksanakan hokum dengan adil. Sementara Khalifah mengawasi gerak- gerik dan tingkah laku mereka, sehingga jika ada yang menyeleweng lansung dipecat.
Kekuasaan kehakiman di zaman ini dibagi menjadi tiga badan, yaitu:
1. Al-Qadha’ atau qadhi, yang tugasnya menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan agama.
2. Al-Hisbah,di mana tugas al-Muhtasib (kepala hisbah) adalah menyelesaikan perkara-perkara umum dan soal-soal pidana yang memerlukan waktu yang cepat.
3. An-Nadhar fi Mudlalim yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding yang biasanya mengadili para hakim dan paara pembesar yang bersalah. Pengadilan ini bersidang di bawah pimpinan Khalifah sendiri atau orang yang ditunjuk olehnya.

2. Ilmu Pengetahuan
Kehidupan ilmu pada masa Daulah Umayyah pada umumnya berjalan seperti zaman permulaan Islam, hanya ada peningkatan maju sesuai dengan perkembangan Daulah Islamiyah sendiri. Pada zaman ini telah mulai dirintis jalan ilmu naqli, yaitu filsafat dan eksakta. Pada zaman ini masjid menjadi pusat kehidupan dan kegiatan ilmu. Dalam masjid diajar segala macam ilmu, terutama ilmu-ilmu agama.
Menurut ahli sejarah terkenal Jarji Zaidan, bahwa adaabul lughoh (ilmu pengetahuan) pada masa Daulah Umayyah terbagi dalm dua bidang besar, yaitu:
1). Al-Adabul Hadisah (ilmu-ilmu baru), yang terbagi atas dua bagian:
a. Al-Ulumul Islamiyah seperti ilmu-ilmu Al-Qur’an, al-Hadits, al-Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, at-Tarikh, dan al-Jughrofi.
b. Al-Ulumud Dakhiliyah,yaitu ilmu-ilmu yang diperlukan untuk kemajuan umat Islam, seperti ilmu-ilmu kedokteran, filsafat, ilmu pasti dan ilmu-ilmu ekskta lainnya yang disalin dari bahasa Romawi dan Persia.
2). Al-Adaabul Qodimah (ilmu-ilmu lama), yaitu ilmu-ilmu yang telah ada di zaman jahiliyah dan di masa Khulafaur Rosyidin, seperti ilmu-ilmu lughoh, syair, khithabah, dan amsaal.

3. Seni dan Budaya
Pada zaman Daulah Bani Umayyah beberapa cabang seni dan budaya meningkat dan maju, terutama seni bahasa, seni suara, seni rupa, dan seni bangunan atau arsitektural.

a. Seni Bahasa
Kemajuan seni bahasa sangat erat hubungannya dengan perkembangan lughat (perbendaharaan bahasa). Sedangkan kemajuan lughot mengikuti evolusi kemajuan zaman.
Pada zaman Daulah Umayyah kaum muslimin telah banyak mencapai kemajuan dalam bidang politik, ekonomi, social dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dengan sendirinya perbendaharaan bahasa menjadi bertambah dengan kata-kata dan istilah-istilah baru yang belum ada pada masa yang lalu.
Perkembangan perbendaharaan bahasa yang terjadi itu akhirnya berdampak pada munculnya para penyair. Diantara para penyair itu yang termasyhur adalah Nukman bin Basyir al-Anshary (wafat tahun 65 H), Ibnu Mafragh al-Hamiri (wafat tahun 69 H), Abu Aswad ad-Dualy (wafat tahun 69 H), Miskin Addaramy (wafat tahun 90 H), al-Farzadak (wafat tahun 110 H), ar-Ra’I (wafat tahun 90 H),dan lain-lain.

b. Seni Khithabah
Pada zaman Daulah Umayyah seni khithabah masih mengambil tempat yang penting karena pentingnya khithabah untuk membangkitkan semangat jihad dan meninggikan kabilah. Karena itu, pada umumnya para khalifah dan pembesar lainnya adalah para khatib yang petah lidahnya.


c. Seni Suara
Perkembangan seni suara pada zaman ini yang terpenting diantaranya adalah Qiroatul Qur’an,Qoshidah, musik dan lagu-lagu yang berirama cinta kasih. Para pengasuh dan dayang-dayang pada umumnya adalah penyanyi-penyanyi yang terlatih baik.

d. Seni Rupa
Seni rupa yang berkembang pada masa ini adalah seni ukir dan seni pahat, sama halnya dengan zaman permulaan Islam.
Seni ukir telah berkembang maju dalam zaman Daulah Umayyah dan penggunaannya yang menonjol adalah penggunaan khat Arab sebagai motif ukiran atau pahatan. Banyak ayat Al-Qur’an, hadits-hadits Nabawy dan rangkuman syair atau kata-kata berkhitmat yang dipahat dan diukir pada tembok dinding bangunan masjid, istana, gedung-gedung lainnya atau pada tempat-tempat lain.
Yang terkenal dan maju adalah seni ukir di dinding tembok. Salah satu jejaknya yang masih tinggal adalah ukiran pahat pada tembok Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), istana musum panas di daeran pegunungan yang terletak di sebelah Timur Laut Mati (al-Bahr al-Mayati), kira-kira 50 mil sebelah timur Amman. Istana yang dibangun oleh Khalifah al-Walid ibn Abdul Malik ini, khusus untuk empt istirahat musim panas dan waktu berburu sehingga kadang-kadang dinamakan “Istana Berburu”.

e. Seni Bangunan (Arsitektural)
Seni bangunan dalam zaman Daulah Bani Umayyah ini masih berpusat pada seni bangunan sipil yang terwujud dalam kota-kota dan gedung-gedung. Sedangkan seni bangunan agama terwujud dalam masjid-masjid dan seni bangunan militer yang terwujud dalam benteng-benteng.
Pada masa Daulah Umayyah banyak dibangun masjid-masjid yang indah dan besar. Diantaranya yang terkenal adalah Mesjid Damaskus, Mesjid Kairuwan, dan Mesjid Cordova.
Masjid Damaskus dibangun oleh Khalifah al-Walid ibn Abdul Malik dengan arsiteknya Abu Ubaidah bin Jarrah. Untuk pembangunannya Khalifah al-Walid mendatangkan 12.000 orang ahli dari Romawi. Selain bangunannya sendiri yang memiliki nilai seni yang luar biasa, juga pilar-pilar dan dindingnya yang diukir dengan ukiran-ukiran halus dan ditaburi aneka batu yang bernilai tinngi.
Masjid Kairuwan dibangun pada masa Khalifah Hisyam ibn Abdul Malik dan arsiteknya Aqobah,seorang gubernur Afrika. Masjid ini berkali-kali mengalimi perbaikan dan pembesaran oleh para gubernur yang silih berganti sehingga menjadi salah satu masjid kebanggaan kaum Muslimin di Afrika Utara, terutama kubahnya yang terkenal dengan “Qubatul Bahwi”.
Mesjid Cordova adalah salah satu bangunan di Cordova yangterbaik dan mempunyai keindahan tersendiri. Menurut para ahli sejaraah tidak ada masjid yang lebih besar dan megah daripada masjid ini, terutamg menaranya yang terbuat dari batu marmer dan tingginya lebih dari 73 hasta. Masjid ini mempunyai 9 pintu yang terbuat dari tembaga kuning, kecuali Pintu Maqshurah yang terbuat daari emas murni.

f. Seni Bangunan Sipil
Beberapa kota baru atau pembaharuan kota lama telah dibangun pada masa Daulah Umayyah yang diiringi dengan pembangunan berbagai gedung dengan gaya tersendiri yaitu campuran gaya Persia, Romawi dan Arab dengan diwarnai semangat Islam. Beberapa kota besar yang terkenal pada masa ini adalah Damaskus sebagai ibukota Negara, Kairuwan yang berada di wilayah Afrika Utara yang menjadi pusat ilmu dan kota militer yang kuat, Cordova yang baearada di wilayah Andalusia, Granada yang merupakan kota nomor dua setelah Cordova yang mendapat sebutan “Damaskusnya Orang Andalusia”, dan al-Hamra yang merupakan bagian dari wilayah Granada.

E. Kehancuran Daulah Bani Umayyah

Pada zaman Kekhalifahan Umayyah ada tiga kekuatan yang mengancam khalifah, yaitu: Bani Hasyim yang terdiri dari Syi’ah yang dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani dan Bani Abbas yang dipimpin oleh Abu Abbas, golongan Khawarij dan golongan Mawali.
Setelah Khalifah Umar ibn Abdul Aziz para khalifah setelahnya termasuk Yazid ibn Abdul Malik adalah para kahalifah yang senang pada kemewahan, kurang memperhatikan kehidupan rakyatnya dan lemah. Pada masa Hisyam ibn Abdul Malik muncul gerakan Bani Hasyim yang didukung oleh kaum Mawali. Dan pada tahun 750 M Abu al-Abbas mendapat dukungan dari golongan Syi’ah yang dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani. Karena dukungan tersebut Abul Abbas berhasil membunuh Marwan ibn Malik setelah melarikan diri ke Mesir. Dengan terbunuhnya Marwan ibn Malik berakhirlah Dinasti Bani Umayyah di Syiria.
Beberapa faktora yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah melemah dan runtuh adalah :
a. System pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah hal yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas.
b. Latar belakang terbenntuknya Dinasti Bani Umayyah tidak bias dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi pada masa Khalifah Ali. Golongan Syi’ah dan Khawarij terus menjadi golongan oposisi baik secara terbuka seperti pada masa awal dan akhir maupun secara tertutup seperti pada masa pertengahan. Gerakan penumpasan terhadapnya banyak menyedot kekuatan pemerintah.
c. Pertentangan etnis antara suku Arabia Utara dan Arabia yang terus berlangsung dan mengakibatkan Khalifah mendapat kesulitan menggalang persatuan dan kesatuan. Selain itu rasa tidak puas atas status Mawali pada sebagian besar masyarakat non Arab.
d. Lemahnya pemerintahn juga disebabkan oleh kebiasaan hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak Khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan ketika mereka mewarisai kekuasaan. Selain itu rasa kecewa dari para pemuka agama karena para perhatian para penguasa sangat kurang pada masalah agama.
e. Penyebab langsung runtuhnya dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh al-Abbas ibn Abdul Muthalib dari Bani Hasyim dan mendapat dukungan dari Syi’ah dan kaum Mawali.




BAB III

PENUTUP


Kesimpulan

1. Perintisan pendirian Dinasti Umayyah dilakukan oleh Mu’awiyah ibn Abi Sufyan dengan cara menolak membai’at Khalifah Ali berperang melawannya, dan melakukan tahkim yang secara politik menguntungkan pihak Muawiyah. Keberuntungan Maawiyah berikutnya adalah keberhasilan kaum Khawarij membunuh Khalifah Ali. Jabatan Khalifah selanjutnya dipegang Hasan ibn Ali. Tapi karena tidak didukung oleh kekutn yang kuat, sementara kekuatan Muawiyah semakin kuat, akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan ibn Ali yang intinya pergantian pemimpin diserahkan pada umat Islam adalah pada masa Muawiyah berakhir. Karena perjanjian itu mempersatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan, akhirnya Muawiyah berkuasa dan memimpin Daulah Umayyah.
2. Perkembangn-perkembangan yang berhasil dicapai Daulah Bani Umayyah meliputi: organisasi Negara, ilmu pengetahuan, seni, dan budaya.
3. Runtunya Daulah Bani Umayyah disebabkan oleh serangan kelompok-kelompok oposisi dari Bani Hasyim yang dipimpin oleh al-Abbas dan mendapat dukungan dari kaum Syiah yang dipimpin Abu Muslim al-Khurasani. Selain itu juga serangan dari kaum Khawarij dan kaum Mawali (non Arab).

















DAFTAR PUSTAKA



Hamka. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.

Hasjmy, A. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Islamika, 2008.

Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos, 1997.

Taufiqurrahman. Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam: Daras Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Islamika, 2003.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

Minggu, 20 November 2011

TASAWUF SEBAGAI PEMBEBASAN KRISIS SPIRITUALISME MANUSIA MODERN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat modern merupakan masyarakat yang mengembangkan cara berfikir ilmiah. Dimana sejak renaissan manusia modern asyik bergaul dengan problem empiris yang olehnya diistilahkan sebagai masyarakat yang hanya menekuni dimensi luar yang senantiasa berubah, bukannya menguak lebih dalam hakikat keberadaan manusia dan ala mini. Dan kondisi manusia modern sekarang menurut nasr karena mengabaikan kebutuhan yang paling mendasar yang bersifat spiritual maka mereka tidak bias menemukan ketentraman batin yang bersifat tidak ada keseimbangan batin. Keadaan ini akan semakin akut, terlebih lagi apabila tekanannya pada kebutuhan materi kioan meningkat sehingga keseimbangan akan semakin menarik.
Dan ajaran mempunyai tempat bagi masyarakat modern karena mereka mulai merasakan kekeringan batin, mereka mencari-cari baik terhadap ajaran Kristen maupun budha atau sekedar berpetualang kembali kepada alam sebagai uzla dari kebosanan karena lilitan masyarakat ilmiah-teknologis, sementara bagi mereka selama berabad-abad islam dipandang dadri sisinya yang legalitas formalitas tidak memiliki kekayaan esoteris, maka kini saatnya dimensi batiniah islam harus diperkenalkan sebagai alternative dan dibawah ini akan dijelaskan tentang tasawuf dan krisis spiritualisme manusia modern secara lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari tasawuf?
2. Bagaimana bentuk penolakan manusia modern terhadap spiritualisme?
3. Bagaimana peranan tasawuf dalam menanggulangi krisis spiritualisme?
4. Bagaimana fungsi tasawuf sebagai terapi krisis spirituallisme?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf
Secara etimologis para ahli berselisih pendapat asal kata tasawuf, sebagian menyetakan bahwa kata tasawuf berasal dari shuffah yang berarti emper nasjid nabawi yang dialami oleh sebagian sahabat anshar. Adapula yang mengatakan berasal dari shaf yang berarti barisan, seterusnya ada yang mengatakan berasal drai shafa yang berarti jernih/bersih dan masih ada lagi yang mengatakan berasal dari kata shufanah, yakni nama kayu yang bertahan tumbuh dipadang pasir. Terakhir ada yang mengatakan berasal dari bahasa Yunani Theosofi yang berarti ilmu ketuhanan.
Meskipun secara terminology para ulama berbeda pendapat tentang arti serta asal usul kata taswuf, namun yang paling tepat adalah berasal dari kata shuf (bulu domba)
Untuk mendasari pendapat diatas istilah tasawuf yang berasal dari shuf ialah
عن ا نس بن ما لك قال : كا ن ر سول الله صلى الله عليه و سلم يجيب د عو ة العبد و ير كب الحما ر و يلبس الصو ف
“Anas meriwayatkan bahwa rasulullah saw mendatangi undangan seorang hamba sahaya, beliau naik keledai dan mengenakan pakaian bulu domba”
Hasan Bashri berkata:
لقد ا د كت سعين بد ر يت كا ن لبا سهم الصو ف

“Aku telah bertemu tujuh puluh pasukan Badar yang mengenakan pakaian bulu domba”
Hadist mauquf dan mathu menjadi dasar bnahwa istilah tasawuf berasal dari akar kata shuf (bulu domba) sebagai pakaian identitas para sufi, sebagai wujud kesederhanaan atau sebagai protes social atas kemewahan masyarakat setempat.
Sedangkan Ibnu Khaldun berkata, “Tasawuf itu adalah semacam ilmu syariah yang timbul kemudlan didalam agama asalnya adalah bertekun ibadah dan memutuskan hubungan dengan segala sesuatu selain Allah, hanya mengahdap Allah semata dan menolak hiasan-hiasan dunia, serta membenci perkara-perkara yang menipu orang banyak, kelezatan harta benda dan kemegahan dan menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalwat dan ibadah.

B. Bentuk Penolakan Manusia Moder Trehadap Spiritualisme
Masyarakat modern dewsa ini tumbuh dari pengembangan kebudayaan Yunani Purba. Kebudayaan Yunani Purba memang punya dasar pikiran yang rasional dan ilmiah yang kemudian diolah dan dikembangkan oleh orang Eropa menjadi canggih dan melahirkan kebudayaan barat yang modern.
Masyarakat dan budaya modern yang berkembang dari bangsa barat itu bertumpu kepada dominsai ilmu pengetahuan dan teknologi yang keduanya berinduk dari filsafat rasional ilmiah yang berasal dari Yunani purba.
Telah banyak diakui bahwa manusia modern telah mengalami apa yang disebut oleh Nasr sebagai krisis spiritual. Krisis spiritual ini barangkali terjadi sebagai akibat dari pengaruh sekularisasi yang telah cukup lama menerpa jiwa-jiwa manusia modern. Pengaruh pandangan dunia modern dalam berbagai bentuknya naturalisme, materialisme, positivisme, memeliki momentumnmya yang berarti setelah sains modern, beserta teknologi yang dibawanya, memutuskan untuk mengambil pandangan sekuler khususnya positivisme ala Comte sebagai dasar filosofisnya. Pengaruh sains yang besar dalam kehidupan modern, dengan sengaja atau tidak telah menyebarkan pandangan sekuler tersebut sampai ke lubuk jantung dan hati manusia modern.
Pandangan dunia sekuler yang hanya mementingkan kehidupan duniawi, telah secara signifikan menyingkirkan mansuia modern dari segala aspek spiritual. Akibatnya mereka hidup secara terisolir dari dunia dunia lain yang bersifat nonfisik, yang diyakini adanya oleh para sufi. Mereka menolak segala dunia nonfisik seperti dunia imajinasi atau spiritual sehingga terputus hubungan dengan segala realitas-realitas yang lebih daripada sekedar entitas-entitas fisik.
Bagi mereka, kehidupan dimulai di dunia ini dan berakhir juga didunia ini, tanpa tahun dari mana ia berasal dan hendak kemana setelah ini ia pergi. Bukankah Heidegger pernah mengatakan bahwa mansuia didunia ini terdampar tanpa tahun dari mana. Demikian juga mereka percaya bahwa hidup akan berakhir juga disini, dalam peristiwa kematian dan tidak ada lagi kehidupan setelah itu. Padahal dalam kepercayaan para sufi seperti telah terlukiskan dalam bab-bab tentang perjalanan spiritual alam dunia ini hanya satu dari sekian banyak dunia yang telah dan akan kita lalui.akibatnya manusia modern hanya berkutat disatu dunia ini saja, seakan mereka tidak pernah punya asal dan tempat kembali.
Krisis spiritual ini pada gilirannya telah menimbulkan apa yang disebut sebagai “disorientasi” pada manusia modern. Ketika kita mengatakan “orientasi” ini tentu mengandung arti “memberi arah” dan dengan demikian orientasi tidak bias tidak kecuali mengandaikan adanya arah dan tujuan.tidak mungkin kita bias mengorientasi dari kita, kecuali kita telah mengetahui tujuan, kearah mana kita akan berjalan. Kata “disorientasi” yang merupakan negasi dari orientasi karena itu akan terjadi ketika kita tidak tahu lagi arah mau kemana kita pergi, bahkan juga dari mana kita berasal.
Akibat serius dari kondisi seperti ini yakni kehilangan arah hidup adalah adanya perasaan terasing atau istilahnya “teralienasi” baik dari diri sendiri, alam sekitar dan Tuhan, pencipta alam semesta ini. Sulit nampaknya bagi manusia modern untuk mengenal siapa diri mereka yang sejati. Ketika manusia hanya mementingkan aspek dari dirinya, padahal, setidaknya menurut para sufi, ia juga memiliki aspek atau dimensi spiritual, maka kegoncangan dan ketidakstabilan jiwanya tidak sulit untuk dibayangkan. Ketika manusia modern hanya membersihkan tubuh mereka semata, dan lupa untuk membersihkan kotoran-kotoran jiwa mereka, maka tak sulit untuk menjawab mengapa orang-orang modern banyak mengalami goncangan dan penyakit jiwa. Maka stress dan hipertensi pun telah menjadi penyakit yang sangat umum diderita manusia modern.
Terakhir, keterputusan spiritual dengan dunia-dunia yang lebih tinggi, membuat manusia modern juga kehilangan kontak mereka dengan Tuhan, sumber dari segala yang ada. Sementara bagi para sufi, Tuhan adalah Alfa dan Omega, asal dan tempat kembali, bagi banyak orang modern Tuhan hanyalah dipandang sebagai penghalang bagi penyelenggaraan diri mereka, dan kebebasan yang menyertainya. Nietzsche, mislanya memandang Tuhan sebagai perintang utama bagi terciptanya manusia super (Ubermensch) karena itu lebih baik dibunuh saja. Maka ia berteriak Tuhan telah mati. Freud memandang Tuhan bukan lagi sebagai realitas sejati, apalagi pencipta alam. Tetapi justru sebuah ilusi besar yang telah muncul dari keinginan manusia. Baginya bukan Tuhan yang telah menciptakan kita, kitalah yang telah menciptakan Tuhan.
Akibat keterputusan ini , maka mansuia tidak lagi mengarahkan jiwanya kepada Tuhan Yang Esa yang menjadi sumber ketauhidan mansuia tetapi tertumpu kepada beraneka benda-bneda fisik, yang selalu timbul tenggelam dank arena itu tidak pernah memebri mereeka kepuasan dan ketenangan. Bagi para sufi, ketenangan dapat dicapai hanya apabila kita telah berada dekat dengan kampong halaman kita yang sejati, asal dan tempat kembali manusia, yaitu Tuhan keterputusan dengan sumber adalah penyebab timbulnya perasaan terasing, gelisah dan sebangsanya,sebagaimana yang banyak diderita manusia yang hidup didunia modern ini. Karena itu hanya dengan melakukan kontak dengan sumber dan terus berupaya untuk mendekatkan diri kepadanya, maka manusia boleh berharap mendapat ketenangan dan kebahagiaan hidup. Kalau tidak, berharap saja pun merupakan sebuah kemustahilan. Tuhanlah tempat kembali kita, ia tempat asal dan kampong halaman kita yangs ejati. Bukanlah al-Qur’an sendiri berkata, ”Milik Tuhanlah kita ini dan kepada-Nya kita semua akan kembali”.

C. Peranan Tasawuf Dalam Menanggulangi Krisis Spiritualisme.
Sudah dari semula Tasawuf bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan tasawuf bukan hanya menyedarkan diri akan keterpisahan dari sumber dan tempat kembali (kampong halaman) kita yangs ejati ini. Tetapi ia juga sekaligus menejlaskan kepada kita dari mana kita berasal dank e mana kita akan kembali . dengan demikian dalam arti tertentu, tasawuf telah memebri kita arah (orientasi) dalam hidup kita.
Dapatkah tasawuf, lalu memebri petunjuk arah bagi manusia modern yang telah mengalami disorientasi? Jawabanya mungkin saja. Ketika manusia modern telah kehilangan identitas dirinya, maka tasawuf dapat memebrikan pengerrtian yang lebih kompreghensif tentang siapa manusia itu sesungguhnya. Dari ajaran para sufi, mislanya kita jadi paham betapa manusia itu bukan hanya makhluk fisik, tetapi juga makhluk spiritual yang memiliki asal-usul spiritualnya pada Tuhan. Dengan menyedari betapa manusia itu juga adalah makhluk spiritual, disamping fisiknya maka lebih mungkin kita akan bertindak lebih bijak dan seimbang dalam memeprlakukan diri kita. Tentunya kita tidak hanya akan memerhatikan dimensi fisik saja, sebagaimana yang dilakukan oleh umumnya orang-orang modern, tapi juga aspek spiritualnya dengan memerhatikan kesejahteraan, keberhasilan dan kesehatan jiwanya. Dengan demikian, ia kan mendapatkan jiwa dan raga yang sehat dan seimbang.
Selain itu dengan mengetahui asal-usul kita, baik asal-usul fisik maupun spiritual, maka kita bias mengarahkan diri kita secara proposional, baik untuk kesejahteraan hidup didunia maupun untuk akhirat nanti. Dunia ini hanyalah tempat singgah sementara, bukan tempat tinggal kita yang sejati. Oleh karena itu, seyogianyalah kita pun mengambil bekal secukupnya saja untuk melanjutkan perjalanan spiritual kita menuju Tuhan dan tidak maruk untuk menguasai semuanya.dengan demikian diharapkan tasawuf akan memberikan sedikitnya petunjuk tentang siapa manusia itu sesungguhnya dan dengan demikian memberi solusi terhadap krisis identitas yang banyak diderita oleh manusia modern.
Demikian juga, tasawuf diharapkan dapat memebri salah satu solusi terhadap krisis ekologis yang sedang dialami atau melanda dunia modern saat ini.dengan mengajarkan bahwa alam bukan hanya objek mati yang bisa dieksploitasi semaunya tanpa respek, tapi sesungguhnya alam adalah makhluk hidup yang memiliki kemampuan untuk mencinta dan dicinta, maka tasawuf bisa dijadikan sarana bagi penyadaran atau pencerahan akan hakikat alam semesta, sehingga manusia dapat memeprlakukannya secara santun dan penuh cinta.
Dan menurut Sayyid Husein Nashr Tasawuf dapat memepengaruhi barat pada tiga tataran meliputi: Pertama ada kemungkinan mempraktekkan tasawuf secara aktif. Cara ini, kata Nasr, hanya untuk segelintir orang saja karena mensyaratkan penyerahan mutlak kepada disiplinnya pada tataran ini orang harus mengikuti hadis Nabi; “Matilah kamu sebelum engkau mati”. Orang harus “mematikan” diri sebelum dilahirkan kembali secara spiritual. Pada tahap ini orang harus membatasi kesenangan trehadap dunia materi dan kemungkinan mengarahkan hidupnya untuk bermeditasi, berdoa, mensucikan batin, mengkaji hati nurani dan melakukan praktek-praktek ibadah lain seperti yang telah dilakukan oleh lazimnya para sufi.
Kedua, tasawuf mungkin sekali memepengaruhi Barat dengan cara menyajikan Islam dalam bentuk yang lebih menarik,s ehingga orang dapat menemukan praktek-praktek tasawuf yang benar. Selama ini terjadi konflik histories yang berlarut-larut,s ehingga Barat menaggapi Islam dengan sangat bermusuhan. Untuk memulihkan citra Islam ini, maka Muslim harus mampu mendakwahkan Islam kepada Barat dengan menyajikan paket yang menarik antara keharmonisan hubungan esensinya dengan aktivitas duniawi yang sementara. Cara seperti ini telah dipraktekkan secara sukses dalam penyiaran Islam di India, Indoneisa dan Afrika Barat. Sudah tentu metode dan aktivitasnya di barat berbeda dengan negeri-negeri diatas, namun esensinya sama. Yaitu sufisme Islam membuka peluang besar bagi pencari spiritual Barat yang tengah dilanda krisis makna kehidupan.
Ketiga dengan memfungsikan tasawuf sebagai alat Bantu untuk recollection (mengingatkan) dan reawakening (membangunkan) orang Barat dari tidurnya. Karena tasawuf merupakan tradisi yang hidup dan kaya dengan doktrin-doktrin metafisis, kosmoligis, sebuah psikolog dan psiko-terapi religius yang hamper tak pernah diupelajari di Barat, maka ia dapat menghidupkan kembali berbagai aspek kehidupan rohani Barat yang selama ini tercampakkan dan terlupakan.
Melihat masyarakat Barat modern yang dilanda krisis spiritual tersebut, Nasr sangat yakin Islam dapat menjadi jawaban pencarian tersebut, anmun Nasr mengakui mengapa Islam belum dapat berkembang secara fenomena di Barat: (1) terjadi konflik histories berkepanjangan antara Islam dan Barat akibat perang Salib (2) penciptaan citra negative Islam oleh sejumlah orientalis lewat literaur dan media massa Barat (3) terdapat kecenderungan orang Barat untuk memilih agama atau aliran spiritual eksotik (4) dalam pemahaman orang Barat Islam lebih dekat kepada tradisi Yudio-Kristiani yang mereka kenal selama ini tidak bisa memebri jawaban pencarian spiritual mereka (5) Islam terlalu banyak memebntuk kewajiban bagi pemeluknya.
Dengan begitu Taswuf dapat secara potensial maupun actual mengarahkan manusia modern, yang telah kehilangan orientasi (disoriented) kearah tujuan yang sejati, tambahan hati para pencinta, Alfa dan Omega dari segala yang ada, yang tidak lain dari pada Tuhan, sang Realitas dan Kekasih sejati. Dia adalah sumber dasar dan syarat bagi segala apapun yang ada didunia ioni. Demikian juga Dia adalah tempat kembali, kemana segala yang ada tak terkecuali manusia pada akhirnya akan kembali.

D. Fungsi Tasawuf Sebagai Terapi Krisis Spiritual
Tasawuf adalah moralitas yang berdasarkan Islam (adab) karena itu seorang sufi adalah mereka yang bermoral, sebab semakin ia bermoral semakin bersih dan bening (shafa) jiwanya. Dengan pengertian bahwa tasawuf adalah moral berarti tasawuf adalah semangat (inti Islam). Sebab ketentuan hokum Islam berdasarkan landasan moral islami. Karenannya hokum Islam tanpa tasawuf (moral) adalah ibarat badan tanpa nyawa atau wadah tanpa isi.
Esensi agama Islam adalah moral, ayitu moral antara seorang hamba dengan Tuhannya, antara seorang dengan dirinya sendiri antara dia dengan oarng lain termasuk anggota masyarakat dengan lingkungannya. Moral yang terjalin dalam hubungan antarhamba dengan Tuhan menegasikan berbagai moral yang buruk, seperti tamak, rakus, gila harta menindas, mengabdikan diri kepada selain Khaliq, membiarkan orang yang lemah dan berkhianat.
Moral seorang dengan dirinya melahirkan tindakan positif bagi diri seperti menjaga kesehatan jiwa dan raga, menjaga fitrah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan ruh dan jasmani. Dengan demikian krisis spiritual tidak akan terjadi padanya.selanjutnya moral yang terjadi pada hubungan antar seorang dengan orang lain, menyebabkan keharmonisan, kedamaian dan keselarasan dalam hidup yang dapat mencegah, mengobati berbagai krisis (spiritual, moral dan budaya).
Moralitas yang diajarkan oleh tasawuf akan mengangkat manusia ke tingkatan shafa al-tauhid. Pada tahap inilah manusia akan memeiliki moralitas Allah (al-Takhalluq bi Akhlaq Allah) dan manakala seseorang dapat berperilaku dengan perilaku Allah, maka terjadilah keselarasan dan keharmonisan antara kehendak manusia dengan Iradah-Nya sebagai konsekuensinya seorang tidak akan mengadakan aktivitas kecuali aktivitas yang positif dan membawa kemanfaatan serta selaras dengan tuntutan Allah.
Lebih lanjut, tasawuf mampu berfungsi sebagai terapi krisis spiritual.sebab pertama tasawuf spsikologis merupakan hasil dari berbagai pengalaman spiritual dan merupakan bentuk dari pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas ketuhanan yang cenderung menjadi innovator dalam agama.
Pengalaman keagamaan ini memberikan sugesti dan pemuasan (pemenuhan kebutuhan) yang luar biasa bagi pemeluk agama.
Kedua kehadiran Tuhan dalam bentuk pengalaman mistis dapat menimbulkan keyakinan yang sangat kuat. Perasaan-perasaan mistik, seperti ma’rifat, ittihat, hulul, mahabban, uns dann lain sebagainya mampu menjadi moral force bagi amal-amal shaleh. Dalam selanjutnya amal shalih akan membutuhkan pengalaman-pengalaman mistik yang lain dengan lebih tinggi kualitasnya.
Ketiga dalam tasawuf hubungan seorang dengan Allah dijalin atas rasa kecintaan. Allah bagi sufi, bukanlah Dzat yang menakutkan, tetapi Dia adalah Dzat yang sempurna, indah, penyayang dan pengasih, kekal, al_haq serta selalu hadir kapanpun dan dimanapun. Oleh karena itu Dia adalah dzat yang paling patut dicintai dan diabdi. Hubungan yang mesra ini akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang baik, lebih baik bahkan yang terbaik, inti dari ajaran tobat (al-Qusyairi, 1957, 47; al-Hujwiri, 1980, 539). Disamping itu hubungan tersebut juga dapat menjadi moral control atas penyimpangan-penyimpangan dan berbagai perbuatan yang tercela.sebab, melakukan hal yang tidak terpujji berarti menodai dan menghianati makna cionta mistis yang telah terjalin, karena Sang Kekasih hanya menyukai yang baik saja. Dan manakala seseorang telah berbuat sesuatu yang positif saja, maka ia telah memelihara, membersihkan, menghiasi spirit yang ada dalam dirinya.
Dengan kata lain, moralitas yang menjadi inti dari ajaran tasawuf dapat mendorong manusia untuk memelihara dirinya dari menelantarkan kebutuhan-kebutuhan spiritualitasnya. Sebab menelantarkan kebutuhan spiritual sangat bertentangan dengan tindakan yang dikehendaki Allah. Di samping itu hubungan perasaan mistis dan berbagai pengalaman spiritual yang dirasakan oleh sufi juga dapat menjadi pengobat, penyegar dan pembersih jiwa yang ada dalam diri manusia.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasawuf adalah kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara seorang muslim dengan Tuhannya.
Dan bentuk penolakan manusia modern terhadap spiritualisme , bagi mereka kehidupan dimulai didunia ini dan berakhir didunia ini, tanpa tahu dari mana ia berasal dan hendak kemana setelah ia pergi dan keterputusan spiritual dengan dunia-dunia yang lebih tinggi, membuat manusia modern juga kehilangan kontak dengan Tuhan sumber dari segala yang ada, akibatnya kontak dengan Tuhan sumber dari segala yang ada, akibatnya manusia modern hanya berkutat disatu dunia ini saja, seakan mereka tidajk pernah punya asal dan tenpat kembali.
Peranan tasawuf dalam menanggulangi krisis spiritualisme dengan dapat mempengaruhi barat meliputi:
1. Orang harus membatasi kesenangan dan kemudian mengarahkan hidupnya untuk bermeditasi, berdoa, mensucikan batin, mengkaji hati nurani, dan melakukan praktek-praktek ibadah lain seperti yang telah dilakukan oleh lazimnya para sufi.
2. Tasawuf mungkin sekali mempengaruhi barat dengan cara menyajikan islam dalam bentuk yang lebih menarik sehingga orang dapat menemukan praktek-praktek tasawuf yang benar.
3. Dengan memfungsikan tasawuf sebagai alat Bantu untuk mengingatkan dan membangunkan orang barat dari tidurnya karena tasawuf merupakan tradisi yang hidup dan kaya dengan doktrin-doktrin metafisi, kosmoligis, sebuah psikolog dan psiko-terapi religius yang hamper tak pernah dipelajari dibarat.


Dan tasawuf sebagai krisis spiritual meliputi:
1. Tasawuf secara psikologis, merupakan hasil dari berbagai pengalaman spiritual dan merupakan bentuk dari pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas ketuhanan yang cenderung menjadi inovatif dalam agama. Pengalaman keagamaan ini memebrikan sugesti dan pemuasan yang luar biasa bagi pemeluk agama.
2. Kehadiran Tuhan dalam bentuk pengalaman mistis dalam menimbulkan keyakinan yang sangat kuat.
3. Dalam tasawuf hubungan seorang dengan Allah dijalin atas rasa kecintaan.